Scroll untuk baca artikel
Berita

Nelayan Lobster Desak Pemerintah Cabut Larangan Ekspor

×

Nelayan Lobster Desak Pemerintah Cabut Larangan Ekspor

Sebarkan artikel ini

 

Lombok Tengah –  Puluhan nelayan Benih Bening Lobster (BBL) di Dusun Bumbang Desa Mertak Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah desak pemerintah cabut larangan ekspor benih lobster yang tertuang dalam Pasal 18 Ayat 1 dan 2 juncto Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster.

Ismail (38) nelayan asal Dusun Bumbang Desa Mertak mengaku pasca pengesahan aturan Permen KP nomor 17 tahun 2021 lalu, puluhan nelayan di Desa Bumbang pernah digerebek polisi saat akan menjual BBL ke wilayah Lombok Timur.

Ismail mengatakan larangan ekspor BBL tersebut membuat puluhan bahkan ratusan nelayan di Desa Mertak merasa dirugikan.

“Mirisnya saat itu anak dan istrinya yang dibawa ke kantor polisi. Saya waktu itu tidak ada di rumah,” kata Ismail bersama puluhan nelayan Lobster di Desa Mertak, Sabtu siang (12/8/2023).

Baca Juga:  Polres Loteng Tahan Dua Orang Anggota LSM Sasaka Nusantara Dalam Kasus Pengeroyokan

Lebih pilunya lagi, setelah anak istri dibawa ke kantor polisi kala itu kata Ismail, pada tahun 2020 lalu, rumahnya pun pernah digerebek oleh kepolisian karena menjual BBL.

“Jadi waktu itu BBL nya tidak banyak mungkin hanya 50 benih. Itu dibawa oleh polisi,” kata Ismail.

Ismail menyebut, istri dan anaknya sempat tertahan di kantor polisi selama sehari penuh. Mereka bisa bebas setelah Ismail menyerahkan bukti izin budidaya yang memang telah dikantonginya.

“Bisa pulang karena kan kita pakai izin budidaya,” kata bapak tiga anak ini.

Ismail bercerita, keluarganya pernah hidup sejahtera sekitar tahun 2012-2015 saat penangkapan BBL dilegalkan. Bahkan harga BBL saat itu bisa mencapai Rp 30-50 ribu per ekor.

Baca Juga:  Polres Loteng Amankan Terduga Pelaku Curanmor Kecamatan Batukliang Utara.

“Harga tertinggi pernah Rp 50 ribu per ekor untuk benih mutiara dan Rp 30 ribu untuk benih pasir. Kita pernah hidup sejahtera. Orang di Praya (Lombok Praya) punya toko, kita bisa belanja, (uangnya) hasil dari lobster,” tuturnya.

Bahkan ironisnya kata Ismail, beberapa kawanan “perampok” yang berasal dari desanya itu berhenti melakukan kejahatan karena harga Lobster cukup bagus.

“Banyak itu kawan saya jadi rampok. Sekarang mungkin jadi rampok lagi karena hasil Lobster tidak seberapa akibat adanya pelarangan ekspor itu,” katanya.

Menurut Ismail, saat ini, harga BBL hanya berkisar Rp 1-2 ribu per ekor. Itu pun, jumlah yang bisa terjual sangat sedikit. Dikarenakan keramba untuk budidaya hanya ada di Lombok Timur dengan jumlah yang sangat terbatas.

Baca Juga:  Kisah Bhabinkamtibmas Batulayar: Dari Pelantikan Pantarlih Hingga Pencarian Remaja Hilang

“Kadang sebulan, 2 bulan, kalau buka keramba di Lombok Timur, baru kita bisa buka ke sana. Itu pun kalau masih ada stok. Kalau tidak ada keramba, kita berhenti. Sekarang di sini kita kelebihan benih Lobster,” keluhnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Administrasi Pegiat Budidaya Lobster Nusantara Saifullah mengaku akan menyampaikan semua keluhan nelayan Lobster asal Desa Mertak tersebut ke DPR RI.

“Harapan kita ke depan terlepas itu budidaya ataupun ekspor, yang penting legal. Kalau legal kan enak,” tuturnya.

Dia kembali menjelaskan, jumlah BBL di perairan Indonesia mencapai 278,3 miliar ekor per tahun. Bahkan Provinsi NTB menjadi salah satu wilayah yang menyuplai BBL paling banyak di Indonesia.