Scroll untuk baca artikel
Berita

Modus Korupsi Pokir PAN NTB Minta KPK Turun Tangan

×

Modus Korupsi Pokir PAN NTB Minta KPK Turun Tangan

Sebarkan artikel ini

Mataram -Pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri soal modus korupsi pokir dan dana hibah di kalangan DPRD terus mendapat respons dari kalangan wakil rakyat di NTB. Setelah Ruslan Turmuzi, kini giliran Anggota DPRD NTB dari Fraksi Partai Amanat Nasional TGH Najamuddin Mustafa yang bicara blak-blakan.

Politisi asal Lombok Timur tersebut menegaskan, aparat penegak hukum, termasuk dalam hal ini KPK, sepatutnya memang turun tangan.

Dia menegaskan, sesungguhnya program pokir adalah program yang sah. Pokir Anggota DPRD adalah amanat Undang-Undang. Program ini memiliki landasan hukum yang kokoh. Mulai dari pasal 29 UU 23/2014 yang mengatur fungsi DPRD.

Lalu juga Peraturan Pemerintah No 12/2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang dalam pasal 54 secara terang mengamanatkan atau memerintahkan Badan Anggaran DPRD harus memberikan saran dan pendapat berupa pokok pikiran DPRD.

Baca Juga:  Danpos Lingsar Pimpin Pembinaan Upacara di Lembaga Pendidikan: Membangun Generasi Cinta Tanah Air

Banggar diharuskan langsung memberikan saran kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD. Sebelum Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan. Dan hal tersebut, persis sama dengan bunyi pasal 77 Peraturan DPRD Provinsi NTB Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi NTB, dan menjadi sebuah kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap wakil rakyat.

Namun, sebagai bagian dari program dalam APBD, Pokir tersebut bukanlan dijalankan oleh anggota dewan. Melainkan langsung oleh Organisasi Perangkat Daerah terkait.

Masalahnya kata Najamuddin, terletak pada proses dan pelaksanaan program pokir tersebut. Politisi dari kalangan ulama ini mengemukakan, alokasi penentuan program pokir tersebut jauh dari asas transparansi dan keterbukaan sebagai sebuah prasyarat tata kelola keuangan daerah yang akuntabel.

Baca Juga:  Wisata Aman! Polsek Gerung Jaga Ketat Pantai Induk dan Golden Melon

“Kita Anggota DPRD saja tidak saling tahu siapa dapat berapa. Siapa yang paling banyak, siapa yang paling sedikit. Padahal harusnya prosesnya terbuka,” katanya.

Dia mengemukakan, setiap tahun, ada alokasi sedikitnya Rp 350 miliar yang merupakan program pemerintah yang berasal dari pokir Anggota DPRD. Namun, bagaimana distribusi program tersebut kepada 65 Anggota DPRD, termasuk pimpinan, sepenuhnya kata Najamuddin, dibahas di ruang gelap.

Tiba-tiba saja anggota DPRD mendapat alokasi program pokir yang sudah ditetapkan menjadi bagiannya. Belakangan terkuak, bahwa alokasi pokir tersebut tidak sama untuk setiap anggota. Mirisnya, ada anggota yang alokasinya sangat kecil, sementara di sisi lain ada anggota mendapat alokasi pokir jumbo.

Baca Juga:  Sat Samapta Laksanakan Patroli Dialogis untuk Pantau Situasi Kamtibmas

“Ini pasti ada dalang yang mengatur-atur seperti ini,” tandas TGH Najam.

Karena itu, secara tegas dia menuding, program pokir yang sah secara aturan, telah menjadi “alat permainan” pimpinan DPRD NTB. TGH Najam melihat, ketidakadilan telah dipertontonkan secara terang benderang dalam hal pembagian program pokir tersebut.

“Saya melihat mereka yang menjadi dalang dan mengatur pembagian program pokir ini sudah menjadikan program ini seperti milik pribadinya. Seenaknya saja, mau kasih siapa yang banyak, siapa yang sedikit,” tandas Anggota Komisi I DPRD NTB ini.