Hukrim

Sianida dari Tiongkok Masuk Surabaya, Otaknya Ditangkap!

×

Sianida dari Tiongkok Masuk Surabaya, Otaknya Ditangkap!

Sebarkan artikel ini
Sianida dari Tiongkok Masuk Surabaya, Otaknya Ditangkap!

Jakarta Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri kembali menunjukkan keseriusannya dalam memberantas kejahatan terorganisir yang melibatkan bahan kimia berbahaya. Kali ini, sebuah operasi penggerebekan di Surabaya dan Pasuruan, Jawa Timur, berhasil mengungkap praktik perdagangan ilegal sodium cyanide (sianida) yang dilakukan oleh PT SHC. Tak tanggung-tanggung, aparat kepolisian berhasil menyita 6.000 drum sianida, setara dengan sekitar 20 kontainer, menjadikannya pengungkapan kasus perdagangan sianida ilegal terbesar yang pernah ditangani oleh Bareskrim Polri.

Direktur PT SHC berinisial SE kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. SE diduga kuat menjadi otak di balik impor ilegal sianida dari Tiongkok. Modusnya terbilang licik, yakni dengan memanfaatkan dokumen milik perusahaan pertambangan emas yang sudah tidak lagi beroperasi.

Pendalaman Izin Impor dan Potensi Keterlibatan Pihak Lain

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bareskrim pada Rabu (14/5/2025), menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada penangkapan satu tersangka. “Saat ini kita juga akan melakukan pendalaman terkait perizinan impor dan kegiatan importir, khususnya menyangkut kuota dari importir umum,” ujarnya dengan nada tegas.

Brigjen Nunung menjelaskan lebih lanjut bahwa pemerintah secara resmi hanya menunjuk dua perusahaan untuk mengimpor bahan kimia berbahaya seperti sianida, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Sarinah. “Kalau pun ada pihak lain yang mengimpor, harus digunakan untuk kepentingan sendiri oleh perusahaan yang memiliki izin dari Kementerian Perdagangan,” imbuhnya.

Sianida Ilegal Diduga Kuat Didistribusikan ke Indonesia Timur

Fakta yang lebih mengkhawatirkan terungkap bahwa PT SHC diduga kuat tidak menggunakan sianida impor tersebut untuk keperluan internal perusahaan. Sebaliknya, bahan kimia mematikan itu justru diperjualbelikan kepada pihak lain tanpa izin yang sah. Berdasarkan penyelidikan awal, sebagian besar pembeli disinyalir berada di wilayah Indonesia Timur, meliputi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah.

“Kami akan kembangkan kasus ini hingga ke jaringan penerima dan pemasok bahan kimia tersebut,” tegas Brigjen Nunung, mengindikasikan bahwa akan ada potensi tersangka lain dalam kasus ini. Pihak kepolisian berupaya keras untuk memutus mata rantai perdagangan ilegal bahan berbahaya ini hingga ke akar-akarnya.

Tersangka Terancam Hukuman Berlapis

Atas perbuatannya, tersangka SE kini harus menghadapi konsekuensi hukum yang tidak ringan. Ia dijerat dengan Pasal 24 ayat (1) juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang membawa ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara atau denda hingga Rp10 miliar. Selain itu, SE juga dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.

Pengungkapan kasus perdagangan ilegal sianida skala besar ini menjadi bukti nyata komitmen Polri dalam memberantas penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang dapat mengancam keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Langkah tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa dan memperketat pengawasan terhadap distribusi komoditas berisiko tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Masyarakat diimbau untuk turut berperan aktif dalam memberikan informasi apabila mengetahui adanya aktivitas mencurigakan terkait perdagangan bahan kimia berbahaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *