Gaya HidupSosial

Hal-Hal yang Kita Harapkan Generasi Boomer Berhenti Lakukan

×

Hal-Hal yang Kita Harapkan Generasi Boomer Berhenti Lakukan

Sebarkan artikel ini
Hal-Hal yang Kita Harapkan Generasi Boomer Berhenti Lakukan
Hal-Hal yang Kita Harapkan Generasi Boomer Berhenti Lakukan (www.freepik.com)

perisainews.com – Generasi Boomer, dengan segala pengalaman dan kebijaksanaan mereka, tak dapat dipungkiri telah membentuk dunia seperti yang kita kenal sekarang. Namun, di tengah kemajuan zaman yang begitu pesat, ada beberapa kebiasaan atau pandangan dari generasi ini yang terkadang membuat kita, generasi yang lebih muda, menghela napas panjang. Bukan bermaksud tidak sopan atau tidak menghargai, artikel ini hadir sebagai refleksi ringan tentang hal-hal yang mungkin bisa dipertimbangkan untuk diubah atau disesuaikan agar tercipta pemahaman yang lebih baik antar generasi. Mari kita telaah beberapa poin yang sering menjadi perbincangan.

Terlalu Fokus pada Hierarki dan Senioritas

Di dunia kerja atau bahkan dalam interaksi sosial, seringkali kita merasakan adanya penekanan yang kuat pada hierarki dan senioritas dari generasi Boomer. Pengalaman memang penting, dan rasa hormat tentu saja wajib dijunjung tinggi. Namun, terkadang gagasan-gagasan segar atau inovasi dari generasi yang lebih muda terhambat hanya karena dianggap “belum memiliki jam terbang” yang cukup. Padahal, di era digital ini, perubahan terjadi begitu cepat sehingga pengalaman bertahun-tahun belum tentu menjadi jaminan untuk solusi terbaik di masa kini. Kita berharap adanya ruang yang lebih terbuka untuk kolaborasi lintas generasi, di mana ide dari siapa pun dihargai berdasarkan merit dan potensi, bukan hanya usia atau jabatan.

Kurang Terbuka dengan Teknologi Baru

Kita hidup di era di mana teknologi berkembang dengan kecepatan cahaya. Aplikasi baru bermunculan setiap hari, dan cara berkomunikasi pun terus berubah. Sayangnya, tidak sedikit Boomer yang masih kesulitan atau enggan untuk beradaptasi dengan perubahan ini. Mulai dari kesulitan menggunakan smartphone, aplikasi pesan instan, hingga media sosial. Hal ini seringkali menciptakan jurang komunikasi dan membuat generasi yang lebih muda merasa frustrasi ketika mencoba berinteraksi atau bekerja sama. Bukan berarti semua Boomer anti teknologi, tentu saja ada banyak yang mahir. Namun, keterbukaan untuk mempelajari hal baru dan keluar dari zona nyaman teknologi akan sangat membantu dalam menjembatani kesenjangan generasi ini. Bayangkan betapa mudahnya berbagi informasi atau sekadar terhubung jika semua pihak mau sedikit berusaha untuk memahami platform yang berbeda.

Baca Juga  Strategi Bertahan di Lingkungan Kerja Toksik Saat Belum Bisa Resign

Meremehkan Isu Kesehatan Mental

Isu kesehatan mental kini semakin mendapatkan perhatian dan kesadaran yang lebih besar, terutama di kalangan generasi muda. Namun, terkadang kita masih mendengar pandangan dari generasi Boomer yang cenderung meremehkan atau menganggap masalah ini sebagai sesuatu yang dibuat-buat atau sekadar “kurang semangat”. Padahal, tekanan hidup modern dengan segala ketidakpastiannya dapat berdampak signifikan pada kesehatan mental seseorang. Mengakui dan memberikan dukungan terhadap isu ini, sekecil apapun, akan sangat berarti bagi mereka yang sedang berjuang. Empati dan pemahaman adalah kunci, bukan malah menyalahkan atau meremehkan perasaan seseorang.

Terlalu Sering Membandingkan dengan “Zaman Dahulu”

“Dulu itu…” adalah kalimat yang sering kita dengar. Memang tidak ada salahnya berbagi pengalaman masa lalu, dan seringkali ada pelajaran berharga yang bisa dipetik. Namun, terlalu sering membandingkan kondisi saat ini dengan “zaman dahulu” bisa terasa kurang relevan dan bahkan mengecilkan tantangan yang dihadapi generasi sekarang. Dunia telah berubah secara fundamental. Persaingan kerja lebih ketat, biaya hidup semakin tinggi, dan tekanan sosial media menambah kompleksitas kehidupan. Alih-alih terus membandingkan, mungkin akan lebih baik jika kita fokus pada bagaimana cara menghadapi tantangan masa kini bersama-sama, dengan memanfaatkan pelajaran dari masa lalu sebagai pijakan, bukan sebagai patokan mutlak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *