perisainews.com – Pernah nggak sih kamu merasa eneg atau nggak nyaman saat dengar seseorang ngomong? Bisa jadi, tanpa sadar, mereka sedang melontarkan bahasa tersembunyi yang penuh penghakiman, lho! Di era media sosial yang serba cepat ini, kita seringkali terpapar berbagai macam opini dan komentar. Sayangnya, nggak semua komentar itu membangun; beberapa justru terasa seperti tusukan halus yang bikin down. Yuk, kita bedah lebih dalam bahasa-bahasa tersembunyi ini biar kita lebih peka dan nggak ikut-ikutan melakukannya!
Lebih Dalam Mengupas Bahasa yang Menghakimi
Penghakiman dalam komunikasi seringkali nggak disampaikan secara blak-blakan. Justru, ia bersembunyi di balik pilihan kata, intonasi suara, bahkan bahasa tubuh. Efeknya? Bisa bikin orang lain merasa kecil hati, nggak percaya diri, bahkan sampai menarik diri dari pergaulan. Padahal, komunikasi yang sehat seharusnya membangun koneksi dan saling pengertian, bukan malah menciptakan jarak dan luka.
Kata-Kata “Halus” yang Menyimpan Penghakiman
Coba deh perhatikan beberapa contoh kalimat yang mungkin sering kamu dengar atau bahkan tanpa sadar kamu ucapkan:
“Ya ampun, kok bisa sih kamu…?”
Kalimat ini, meskipun diawali dengan nada prihatin, sebenarnya menyiratkan keheranan yang cenderung merendahkan. Seolah-olah kesalahan yang diperbuat orang lain itu adalah sesuatu yang bodoh dan nggak bisa dimaafkan.
“Aku sih nggak gitu…”
Ungkapan ini seringkali dilontarkan sebagai perbandingan diri yang superior. Meskipun nggak ada maksud eksplisit untuk merendahkan, pesan yang tersampaikan adalah bahwa si pembicara merasa lebih baik atau lebih benar dari lawan bicaranya.
“Kamu tuh harusnya…”
Kata “harusnya” seringkali menjadi jebakan penghakiman. Ia menyiratkan bahwa ada satu cara yang benar untuk melakukan sesuatu, dan orang lain yang melakukannya berbeda dianggap salah. Padahal, setiap orang punya latar belakang, pengalaman, dan cara pandang yang berbeda.
“Kirain kamu lebih pintar dari itu…”
Kalimat ini jelas-jelas merendahkan dan menyakitkan. Ia nggak hanya menghakimi tindakan seseorang, tapi juga meragukan kapasitas intelektualnya.
Ekspresi Wajah dan Bahasa Tubuh yang “Berbicara”
Selain kata-kata, ekspresi wajah seperti alis yang terangkat sinis, tatapan meremehkan, atau gelengan kepala juga bisa menyampaikan pesan penghakiman yang kuat. Begitu juga dengan bahasa tubuh seperti menyilangkan tangan atau memalingkan muka. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, pesan negatif bisa tersampaikan dengan jelas.
Mengapa Orang Suka Menghakimi?
Ada beberapa alasan psikologis yang mendasari perilaku menghakimi ini:
Rasa Tidak Aman
Orang yang merasa tidak aman atau rendah diri cenderung lebih sering menghakimi orang lain sebagai mekanisme pertahanan. Dengan merendahkan orang lain, mereka secara nggak sadar mencoba mengangkat harga diri mereka sendiri.
Standar yang Terlalu Tinggi
Beberapa orang memiliki standar yang sangat tinggi, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Ketika orang lain nggak memenuhi standar tersebut, mereka cenderung memberikan penilaian negatif.
Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan, seperti pernah direndahkan atau dikritik, bisa membuat seseorang menjadi lebih sensitif dan reaktif, sehingga lebih mudah menghakimi orang lain.
Budaya dan Lingkungan
Lingkungan sosial dan budaya juga memainkan peran penting. Jika seseorang tumbuh di lingkungan yang penuh dengan kritik dan perbandingan, mereka cenderung menginternalisasi perilaku tersebut dan mengulanginya.
Dampak Negatif dari Bahasa Penghakiman
Bahasa penghakiman bisa menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi si penerima maupun si pengucap: