KeluargaParenting

Ibu, Kata-Kata Ini Bisa Menahan Kemajuan Anak

×

Ibu, Kata-Kata Ini Bisa Menahan Kemajuan Anak

Sebarkan artikel ini
Ibu, Kata-Kata Ini Bisa Menahan Kemajuan Anak
Ibu, Kata-Kata Ini Bisa Menahan Kemajuan Anak (www.freepik.com)

perisainews.com – Sebagai seorang ibu, kasih sayang dan harapan terbaik untuk buah hati tentu menjadi prioritas utama. Setiap perkataan dan tindakan kita sehari-hari tanpa disadari membentuk keyakinan dan mental anak. Namun, tahukah Ibu, bahwa ada beberapa kata-kata yang seringkali terlontar justru bisa menjadi penghalang terbesar bagi kemajuan dan potensi anak tercinta? Alih-alih memotivasinya, ucapan-ucapan ini justru menanamkan keraguan, ketakutan, bahkan membatasi keyakinan mereka akan kemampuan diri. Mari kita telaah lebih lanjut beberapa frasa yang mungkin tanpa sengaja sering kita ucapkan dan bagaimana dampaknya bagi si kecil.

“Hati-hati, Nanti Jatuh!” dan Jebakan Rasa Takut

Seringkali, naluri seorang ibu untuk melindungi anak membuat kita reflek mengucapkan “Hati-hati, nanti jatuh!” saat mereka mencoba hal baru, entah itu belajar bersepeda, memanjat, atau bahkan sekadar berlari. Meskipun niatnya baik, ucapan ini secara tidak langsung menanamkan ketakutan akan kegagalan dan bahaya dalam benak anak. Mereka jadi lebih fokus pada potensi risiko daripada kesempatan untuk belajar dan menguasai keterampilan baru.

Bayangkan seorang anak yang baru belajar berjalan. Setiap kali ia mencoba melangkah, kita terus meneriakkan peringatan. Alih-alih merasa didukung untuk mencoba dan bangkit jika terjatuh, ia justru merasa cemas dan takut untuk bergerak. Akibatnya, proses belajarnya bisa jadi lebih lambat dan ia mungkin tumbuh menjadi anak yang lebih ragu dalam mengambil risiko, bahkan dalam hal-hal kecil sekalipun.

Menurut penelitian psikologi perkembangan anak, pemberian kesempatan untuk bereksplorasi dan menghadapi tantangan dengan pengawasan yang tepat justru penting untuk membangun kemandirian dan kepercayaan diri. Jatuh dan bangkit adalah bagian alami dari proses belajar. Tugas kita sebagai ibu adalah mendampingi dan memberikan dukungan emosional saat mereka menghadapi kesulitan, bukan menakut-nakuti mereka sebelum mencoba.

“Sudah Kubilang Kan!” dan Mematikan Keingintahuan

Ketika anak melakukan kesalahan setelah kita memberikan nasihat, seringkali kita tanpa sadar mengucapkan “Sudah kubilang kan!”. Meskipun kita merasa benar dan ingin anak belajar dari kesalahannya, ucapan ini justru bisa membuat anak merasa bodoh, tidak dihargai, dan enggan untuk berbagi atau mencoba hal baru lagi di kemudian hari.

Baca Juga  Banyak Ibu Tidak Siap Hadapi Fase Ini Setelah Anak Dewasa

Anak-anak belajar melalui eksplorasi dan terkadang melakukan kesalahan adalah bagian tak terhindarkan dari proses tersebut. Respons kita terhadap kesalahan mereka akan sangat memengaruhi bagaimana mereka melihat kegagalan. Jika kita merespons dengan nada menyalahkan, mereka akan belajar untuk menyembunyikan kesalahan atau bahkan takut untuk mencoba hal baru karena takut dimarahi atau diremehkan.

Sebaliknya, respon yang lebih konstruktif adalah dengan bertanya apa yang mereka pelajari dari kesalahan tersebut dan bagaimana mereka bisa melakukan hal yang berbeda di lain waktu. Dengan begitu, kita mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab dan melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan bertumbuh.

“Kamu Memang Paling…” dan Label yang Membatasi

Seringkali, tanpa sadar kita melabeli anak dengan sebutan tertentu, baik positif maupun negatif. Misalnya, “Kamu memang paling pintar di kelas,” atau sebaliknya, “Kamu memang selalu ceroboh.” Meskipun pujian mungkin terasa positif, label apapun bisa menjadi beban dan membatasi potensi anak.

Baca Juga  Mengapa Banyak Pria Takut Mendekati Wanita Lebih Dewasa? Ini Alasannya!

Ketika kita melabeli anak sebagai “paling pintar,” mereka mungkin akan merasa tertekan untuk selalu mempertahankan citra tersebut dan takut untuk mengambil risiko yang bisa membuat mereka terlihat “tidak pintar.” Sementara itu, label negatif seperti “ceroboh” bisa membuat anak menerima label tersebut sebagai bagian dari dirinya dan tidak berusaha untuk berubah.

Setiap anak memiliki keunikan dan potensi yang berbeda-beda. Alih-alih melabeli mereka, fokuslah pada upaya dan kemajuan yang mereka tunjukkan dalam proses belajar. Berikan pujian yang spesifik dan fokus pada tindakan mereka, bukan pada karakteristik yang melekat. Misalnya, alih-alih mengatakan “Kamu pintar sekali,” katakan “Ibu bangga kamu sudah berusaha keras menyelesaikan soal ini.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *