Kesehatan Mental

Digital Burnout, Racun Tak Kasat Mata Milenial dan Gen Z?

×

Digital Burnout, Racun Tak Kasat Mata Milenial dan Gen Z?

Sebarkan artikel ini
Digital Burnout, Racun Tak Kasat Mata Milenial dan Gen Z?
Digital Burnout, Racun Tak Kasat Mata Milenial dan Gen Z? (www.freepik.com)

perisainews.com – Di era serba digital ini, digital burnout menjadi ancaman nyata, terutama bagi generasi milenial dan Gen Z yang tumbuh besar dengan gawai di tangan. Terhubung 24/7, notifikasi yang tak pernah berhenti, dan tuntutan untuk selalu eksis di media sosial tanpa disadari menguras energi mental dan emosional. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berdampak serius pada kesehatan dan produktivitas. Mari kita telaah lebih dalam mengenai tanda-tanda, dampak, dan cara efektif untuk menghadapi fenomena digital burnout ini.

Mengenali Tanda-Tanda Awal Digital Burnout

Sebelum terlambat, penting untuk mengenali sinyal-sinyal awal bahwa diri kita atau orang terdekat mulai mengalami digital burnout. Gejala-gejala ini seringkali muncul secara bertahap dan mudah diabaikan.

Merasa Lelah dan Kewalahan Secara Mental

Salah satu indikator utama digital burnout adalah perasaan lelah mental yang kronis. Bukan sekadar lelah setelah bekerja atau beraktivitas fisik, tetapi lebih kepada perasaan terkurasnya energi kognitif. Sulit fokus, mudah lupa, dan otak terasa “penuh” meskipun tidak melakukan aktivitas yang berat. Menurut studi dari American Psychological Association (APA) pada tahun 2023, hampir 70% generasi muda melaporkan merasa kewalahan dengan tekanan dan informasi digital yang konstan.

Baca Juga  Kekuatan Mental, Fondasi Kehidupan yang Tangguh

Meningkatnya Iritabilitas dan Kecemasan

Ketika batasan antara dunia digital dan nyata semakin kabur, tingkat stres dan kecemasan cenderung meningkat. Hal-hal kecil yang sebelumnya tidak mengganggu, kini bisa memicu emosi negatif seperti mudah marah, frustrasi, atau merasa cemas berlebihan saat tidak terhubung dengan internet atau media sosial. Penelitian dari University of California, Berkeley, menunjukkan adanya korelasi antara penggunaan media sosial yang berlebihan dengan peningkatan gejala kecemasan dan depresi pada kalangan dewasa muda.

Menurunnya Motivasi dan Produktivitas

Digital burnout juga dapat memengaruhi motivasi dan produktivitas secara signifikan. Pekerjaan atau tugas yang dulunya terasa menarik, kini menjadi beban. Prokrastinasi menjadi kebiasaan, dan sulit untuk merasa antusias atau bersemangat dalam menyelesaikan tanggung jawab. Sebuah laporan dari Deloitte pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa karyawan yang mengalami burnout cenderung memiliki tingkat engagement dan produktivitas yang lebih rendah.

Baca Juga  Jangan Sepelekan! Keringat Malam Bisa Jadi Gejala Penyakit Mematikan

Gangguan Pola Tidur

Paparan layar gawai, terutama menjelang tidur, dapat mengganggu produksi hormon melatonin yang mengatur siklus tidur. Akibatnya, sulit untuk tidur nyenyak, sering terbangun di malam hari, atau bahkan mengalami insomnia. Kurang tidur tentu saja akan memperburuk gejala-gejala digital burnout lainnya, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. National Sleep Foundation mencatat bahwa lebih dari 60% generasi muda mengalami masalah tidur yang berkaitan dengan penggunaan teknologi.

Menarik Diri dari Interaksi Sosial Nyata

Meskipun dunia digital menawarkan kemudahan untuk terhubung dengan banyak orang, digital burnout justru dapat membuat seseorang menarik diri dari interaksi sosial di dunia nyata. Lebih memilih menghabiskan waktu sendirian dengan gawai, menghindari pertemuan dengan teman atau keluarga, dan merasa lebih nyaman dalam dunia virtual. Padahal, interaksi sosial yang sehat sangat penting untuk menjaga kesejahteraan mental.

Baca Juga  Dampak Psikologis Bekerja di Lingkungan Toksik dan Cara Memulihkannya

Dampak Serius Digital Burnout Jika Dibiarkan

Mengabaikan tanda-tanda digital burnout dapat berujung pada konsekuensi yang lebih serius, baik dari segi kesehatan fisik maupun mental.

Masalah Kesehatan Mental yang Lebih Dalam

Burnout yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi masalah kesehatan mental yang lebih serius seperti depresi, gangguan kecemasan umum, bahkan serangan panik. Tekanan untuk selalu “on” dan perbandingan sosial di media sosial dapat memperburuk kondisi mental seseorang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *