Kesehatan Mental

Pujian Manis, Racun Tersembunyi: Cegah Sabotase Emosional!

×

Pujian Manis, Racun Tersembunyi: Cegah Sabotase Emosional!

Sebarkan artikel ini
Pujian Manis, Racun Tersembunyi: Cegah Sabotase Emosional!
Pujian Manis, Racun Tersembunyi: Cegah Sabotase Emosional! (www.freepik.com)

perisainews.com – Pernahkah kamu merasa ada yang ganjil dalam hubunganmu, meskipun di mata orang lain pasanganmu tampak begitu sempurna dan penuh perhatian? Mungkin kamu sering meragukan diri sendiri, merasa bersalah tanpa alasan jelas, atau bahkan mempertanyakan kewarasanmu. Waspadalah, bisa jadi kamu sedang mengalami sabotase emosional dari pasangan yang terlihat ‘baik’ di luar. Fenomena ini seringkali tersembunyi di balik topeng kepedulian dan kebaikan, membuatnya semakin sulit dikenali dan dihadapi. Mari kita telaah lebih dalam tanda-tandanya agar kamu bisa lebih waspada dan mengambil langkah yang tepat.

Mengenali Topeng ‘Kebaikan’ di Balik Manipulasi Emosional

Sabotase emosional tidak selalu berwujud bentakan atau kekerasan fisik yang kentara. Justru, seringkali ia hadir dalam bentuk tindakan halus yang merusak kesehatan mental dan kepercayaan diri korban secara perlahan. Pasangan yang melakukan ini biasanya piawai memainkan peran sebagai sosok yang pengertian, sabar, dan selalu mendukung di depan umum. Namun, di balik layar, mereka menggunakan taktik manipulatif untuk mengontrol dan merendahkan pasangannya.

Salah satu taktik yang sering digunakan adalah gaslighting. Istilah ini mengacu pada upaya manipulasi psikologis yang membuat korban meragukan ingatan, persepsi, dan bahkan kewarasannya sendiri. Contohnya, pasanganmu mungkin menyangkal pernah mengatakan atau melakukan sesuatu, padahal kamu jelas mengingatnya. Atau, mereka mungkin memutarbalikkan fakta sehingga kamu merasa bersalah atas masalah yang sebenarnya mereka sebabkan.

Ketika Pujian Berubah Menjadi Racun Tersembunyi

Awalnya, pujian dan perhatian dari pasangan tentu terasa menyenangkan. Namun, dalam konteks sabotase emosional, pujian ini seringkali bersifat bersyarat dan tidak konsisten. Mereka bisa sangat manis di satu waktu, namun tiba-tiba menjadi dingin dan kritis tanpa alasan yang jelas. Sikap yang berubah-ubah ini menciptakan kebingungan dan ketergantungan emosional pada diri korban, yang selalu berusaha keras untuk mendapatkan kembali ‘perhatian baik’ dari pasangannya.

Baca Juga  Menjaga Kesehatan Mental di Tempat Kerja, Kunci Produktivitas

Lebih jauh lagi, pujian yang diberikan seringkali terasa merendahkan atau mengandung maksud tersembunyi. Misalnya, mereka mungkin berkata, “Kamu terlihat cantik hari ini, tidak seperti biasanya,” atau “Bagus kamu bisa menyelesaikan pekerjaan itu, saya kira kamu tidak mampu.” Ucapan-ucapan seperti ini, meskipun dibungkus dengan nada ‘positif’, sebenarnya merusak harga diri dan menanamkan keraguan dalam diri korban.

Isolasi: Strategi Licik untuk Mengontrol

Pasangan yang melakukan sabotase emosional seringkali berusaha mengisolasi korban dari keluarga, teman, dan jaringan dukungan lainnya. Mereka mungkin menciptakan drama atau perselisihan dengan orang-orang terdekatmu, membuatmu merasa harus memilih antara mereka dan orang lain. Tujuannya jelas: membuatmu semakin bergantung pada mereka dan mengurangi pengaruh luar yang bisa menyadarkanmu akan perilaku manipulatif mereka.

Mereka mungkin juga mengkritik teman-temanmu atau meremehkan keluargamu, membuatmu merasa tidak nyaman untuk menghabiskan waktu bersama mereka. Lambat laun, kamu akan merasa semakin sendirian dan hanya memiliki pasanganmu sebagai tempat bergantung, yang justru semakin memperkuat kendali mereka atas dirimu.

Baca Juga  Hidup Ngebut Terus? Waktunya Ngerem Pakai Mindfulness

Meremehkan dan Menghilangkan Validasi Emosi

Salah satu bentuk sabotase emosional yang paling menyakitkan adalah ketika pasangan meremehkan perasaan dan pengalamanmu. Mereka mungkin mengatakan bahwa kamu terlalu sensitif, berlebihan, atau drama queen ketika kamu mencoba mengungkapkan kekecewaan atau kesedihanmu. Akibatnya, kamu mulai merasa bahwa perasaanmu tidak valid dan belajar untuk memendamnya, yang pada akhirnya bisa berdampak buruk pada kesehatan mentalmu.

Mereka juga mungkin mengalihkan pembicaraan setiap kali kamu mencoba membahas masalah dalam hubungan atau mengungkapkan ketidaknyamananmu. Taktik ini membuatmu merasa tidak didengar dan tidak penting, seolah-olah perasaanmu tidak layak untuk dipertimbangkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *