5. Larangan Menggunakan Media Sosial di Jam Kerja
Di era digital ini, media sosial bukan hanya alat komunikasi pribadi, tetapi juga sering kali menjadi sumber informasi dan bahkan alat pemasaran yang penting. Larangan total penggunaan media sosial di jam kerja sering kali terasa kontraproduktif bagi generasi milenial yang terbiasa terhubung dan mendapatkan informasi secara real-time.
Tentu saja, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mengganggu produktivitas. Namun, perusahaan yang cerdas menyadari potensi positif media sosial dan menetapkan batasan yang wajar. Mereka mungkin mengizinkan penggunaan media sosial untuk tujuan profesional, seperti riset pasar atau berinteraksi dengan pelanggan, sambil tetap mendorong karyawan untuk fokus pada tugas utama mereka.
6. Aturan Absen yang Tidak Fleksibel
Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Sakit, urusan keluarga mendesak, atau bahkan kebutuhan untuk menjaga kesehatan mental adalah hal yang wajar. Aturan absen yang kaku dan tidak memberikan ruang untuk kejadian tak terduga dapat menciptakan stres dan rasa tidak dihargai di kalangan karyawan, terutama generasi milenial yang semakin sadar akan pentingnya keseimbangan hidup.
Perusahaan yang progresif mulai menawarkan kebijakan cuti yang lebih fleksibel, termasuk cuti sakit yang dibayar, cuti pribadi, dan bahkan cuti kesehatan mental. Kebijakan ini tidak hanya menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan tetapi juga dapat meningkatkan loyalitas dan produktivitas jangka panjang.
7. Pembatasan Ide dan Inovasi dari Karyawan Tingkat Bawah
Budaya kerja hierarkis yang ketat, di mana ide hanya dihargai jika datang dari atasan, semakin ditinggalkan. Generasi milenial percaya bahwa ide-ide brilian bisa datang dari siapa saja, tanpa memandang posisi atau senioritas. Mereka menghargai lingkungan kerja yang kolaboratif dan terbuka terhadap masukan dari semua anggota tim.
Perusahaan yang mendorong inovasi menciptakan platform di mana semua karyawan merasa nyaman untuk berbagi ide dan memberikan umpan balik. Ini bisa melalui brainstorming sessions, kotak saran anonim, atau platform kolaborasi digital. Dengan memberdayakan semua suara, perusahaan dapat membuka potensi inovasi yang lebih besar.
8. Kurangnya Transparansi dan Komunikasi Terbuka
Generasi milenial menghargai kejujuran dan transparansi di tempat kerja. Mereka ingin memahami visi dan tujuan perusahaan, bagaimana kinerja mereka dievaluasi, dan apa saja tantangan yang dihadapi organisasi. Kurangnya komunikasi yang terbuka dapat menciptakan ketidakpercayaan dan kebingungan.
Perusahaan yang sukses membangun budaya komunikasi yang transparan melalui town hall meetings, newsletter internal, dan komunikasi reguler dari para pemimpin. Dengan berbagi informasi secara terbuka, perusahaan dapat membangun kepercayaan dan rasa memiliki di antara karyawan.
9. Penilaian Kinerja Tahunan yang Terlalu Jarang
Penilaian kinerja tahunan yang menjadi satu-satunya waktu bagi karyawan untuk menerima umpan balik sering kali terasa tidak relevan dan kurang efektif bagi generasi milenial. Mereka tumbuh dalam budaya di mana umpan balik instan dan berkelanjutan dihargai. Mereka ingin tahu bagaimana kinerja mereka secara real-time dan bagaimana mereka dapat terus berkembang.
Banyak perusahaan kini beralih ke sistem umpan balik yang lebih sering dan informal, seperti one-on-one meetings mingguan atau bulanan antara manajer dan karyawan. Umpan balik yang berkelanjutan membantu karyawan untuk mengidentifikasi kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan secara proaktif.