4. Gaya Komunikasi yang Kurang Efektif: “Pokoknya…”, “Dulu Itu…”
Komunikasi antara generasi juga seringkali menjadi sumber masalah. Orang tua mungkin terbiasa dengan gaya komunikasi yang lebih direktif atau otoritatif, seperti “Pokoknya kamu harus…”, atau seringkali membandingkan situasi saat ini dengan masa lalu mereka, “Dulu itu Bapak/Ibu…”. Gaya komunikasi seperti ini bisa terasa menggurui, tidak menghargai pendapat, dan membuat milenial merasa tidak didengarkan.
Milenial cenderung menghargai komunikasi yang terbuka, jujur, dan menghargai perspektif yang berbeda. Mereka lebih suka diajak berdiskusi dan diberikan penjelasan yang logis daripada hanya menerima perintah atau perbandingan yang terasa tidak relevan dengan konteks kehidupan mereka saat ini.
5. Pandangan yang Kaku Terhadap Karir dan Keuangan: “Kerja yang Penting Jadi PNS!”
Pandangan tentang karir dan keuangan juga seringkali menjadi perbedaan mencolok. Generasi orang tua mungkin tumbuh dengan pemahaman bahwa pekerjaan yang stabil dan mapan adalah pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) atau bekerja di perusahaan besar dengan jenjang karir yang jelas. Namun, milenial memiliki pandangan yang lebih beragam tentang kesuksesan karir. Mereka lebih terbuka terhadap pekerjaan di startup, menjadi freelancer, atau bahkan membangun bisnis sendiri.
Selain itu, pandangan tentang pengelolaan keuangan juga bisa berbeda. Milenial mungkin lebih terbuka terhadap investasi digital, cryptocurrency, atau model bisnis ekonomi berbagi (sharing economy) yang mungkin belum terlalu familiar bagi generasi orang tua. Ketika orang tua memberikan nasihat keuangan berdasarkan pengalaman mereka di masa lalu, nasihat tersebut mungkin terasa kurang relevan dengan kondisi ekonomi dan peluang saat ini.
6. Kurangnya Empati Terhadap Tekanan Sosial dan Ekonomi: “Generasi Sekarang Manja!”
Milenial tumbuh di tengah persaingan global yang ketat, biaya hidup yang terus meningkat, dan tekanan sosial yang besar, terutama dari media sosial. Mereka seringkali dihadapkan pada ekspektasi untuk sukses di usia muda, memiliki karir yang gemilang, penampilan yang menarik, dan kehidupan sosial yang aktif. Ketika orang tua merespons keluhan mereka dengan “Generasi sekarang manja!”, hal ini terasa sangat menyakitkan dan tidak mengakui tantangan nyata yang mereka hadapi.
Penting bagi orang tua untuk mencoba memahami konteks kehidupan milenial saat ini. Tekanan yang mereka hadapi mungkin berbeda dengan tekanan yang dihadapi generasi sebelumnya. Mengakui dan memvalidasi perasaan mereka akan jauh lebih membantu daripada meremehkan atau menyalahkan.
Membangun Jembatan Pemahaman
Perbedaan pandangan antara generasi milenial dan orang tua adalah hal yang wajar dan tidak bisa dihindari. Namun, penting bagi kedua belah pihak untuk berusaha membangun jembatan pemahaman. Orang tua perlu membuka diri terhadap perubahan zaman dan mencoba melihat dunia dari perspektif anak-anak mereka. Sementara itu, milenial juga perlu menghargai pengalaman dan niat baik orang tua, meskipun terkadang cara penyampaiannya kurang sesuai.
Komunikasi yang terbuka, saling mendengarkan, dan rasa empati adalah kunci untuk mengatasi perbedaan ini. Alih-alih fokus pada hal-hal yang dibenci, mungkin lebih bermanfaat untuk mencari titik temu dan membangun hubungan yang lebih harmonis berdasarkan rasa saling menghormati dan kasih sayang. Ingatlah, di balik setiap perbedaan pendapat, selalu ada cinta dan harapan terbaik dari orang tua untuk anak-anak mereka. Dan bagi milenial, orang tua tetaplah sosok penting yang telah memberikan fondasi kehidupan. Mari kita rajut kembali kebersamaan dengan pemahaman yang lebih baik.