perisainews.com – Perceraian orang tua seringkali dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengakhiri konflik rumah tangga, namun pernahkah kita benar-benar bertanya kepada anak, bagaimana rasanya menjalani kenyataan ini? Di balik keputusan yang mungkin terasa melegakan bagi orang dewasa, tersembunyi luka yang mendalam bagi buah hati. Mari kita telaah lebih jauh mengenai dampak perceraian dari sudut pandang anak, sebuah perspektif yang seringkali terlupakan dalam pusaran emosi orang dewasa.
Bukan Sekadar Perubahan Alamat: Lebih dari Itu Bagi Anak
Ketika orang tua memutuskan untuk berpisah, perubahan yang paling kasat mata bagi anak adalah perubahan tempat tinggal. Mereka mungkin harus meninggalkan rumah yang penuh kenangan, kamar tidur yang nyaman, atau bahkan lingkungan bermain yang akrab. Namun, dampak perceraian jauh melampaui sekadar perubahan alamat. Bagi anak, perceraian bisa berarti hilangnya rutinitas yang selama ini menjadi jangkar kehidupan mereka. Sarapan bersama ayah, cerita pengantar tidur dari ibu, atau bahkan sekadar melihat kedua orang tua duduk berdampingan di sofa, semua itu bisa menjadi kenangan yang tiba-tiba terasa jauh.
Lebih dari itu, perceraian seringkali menghadirkan ketidakpastian. Anak-anak mungkin bertanya-tanya dengan siapa mereka akan tinggal, kapan mereka bisa bertemu dengan salah satu orang tua, dan apakah kehidupan mereka akan kembali normal. Ketidakpastian ini bisa memicu kecemasan dan rasa tidak aman yang mendalam. Mereka mungkin merasa dunia mereka runtuh, dan mereka tidak memiliki kendali untuk memperbaikinya.
Emosi yang Berkecamuk: Lebih dari Sekadar Kesedihan
Reaksi emosional anak terhadap perceraian sangat beragam dan kompleks. Kesedihan tentu menjadi salah satu emosi yang dominan. Mereka mungkin merasa kehilangan sosok yang mereka cintai dan andalkan. Namun, kesedihan ini seringkali bercampur dengan emosi lain seperti kemarahan, kebingungan, rasa bersalah, bahkan ketakutan.
Anak-anak mungkin marah kepada salah satu atau kedua orang tua mereka atas keputusan yang telah dibuat. Mereka mungkin merasa tidak adil diperlakukan seperti ini dan mempertanyakan mengapa keluarga mereka tidak bisa seperti keluarga teman-teman mereka. Kebingungan juga seringkali menghantui. Mereka mungkin tidak mengerti mengapa orang tua mereka tidak lagi saling mencintai atau mengapa mereka harus memilih antara ayah dan ibu.
Rasa bersalah juga bisa muncul, terutama pada anak-anak yang lebih kecil. Mereka mungkin merasa bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang salah sehingga orang tua mereka berpisah. Pikiran-pikiran seperti “Andai aku lebih baik,” atau “Mungkin kalau aku tidak nakal, ayah dan ibu tidak akan bertengkar,” bisa menghantui benak mereka. Selain itu, ketakutan akan masa depan, akan kehilangan kasih sayang, atau akan perubahan yang tidak mereka pahami, juga menjadi bagian dari gejolak emosi yang mereka rasakan.
Dampak Jangka Panjang: Luka yang Mungkin Membekas
Dampak perceraian pada anak tidak selalu langsung terlihat. Beberapa anak mungkin menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan, seperti menjadi lebih pendiam, menarik diri, atau justru menjadi lebih agresif. Namun, ada juga anak-anak yang tampak baik-baik saja di permukaan, padahal sebenarnya mereka menyimpan luka yang mendalam.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami perceraian orang tua berisiko lebih tinggi mengalami berbagai masalah di kemudian hari, termasuk masalah akademik, masalah sosial, masalah emosional, dan bahkan masalah kesehatan mental. Mereka mungkin kesulitan membangun hubungan yang stabil, memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah, atau rentan terhadap depresi dan kecemasan.
Tentu saja, tidak semua anak yang mengalami perceraian akan mengalami dampak negatif. Banyak faktor yang memengaruhi bagaimana seorang anak merespons dan mengatasi perceraian orang tua, termasuk usia anak saat perceraian terjadi, kualitas hubungan dengan kedua orang tua setelah perceraian, dukungan sosial yang mereka terima, dan kemampuan orang tua dalam mengelola konflik secara sehat.