perisainews.com – Perceraian di usia senja mungkin tampak mengejutkan bagi sebagian orang. Kita seringkali berasumsi bahwa setelah puluhan tahun bersama, ikatan pernikahan akan semakin kuat dan tak tergoyahkan. Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa gelombang perceraian juga menerjang pasangan usia lanjut. Seringkali, kita langsung terpikir pada alasan klise seperti hadirnya orang ketiga. Padahal, jauh di lubuk hati, terdapat berbagai alasan emosional mendalam yang mungkin telah lama terpendam dan akhirnya menjadi pemicu perpisahan. Mari kita telaah lima alasan emosional yang seringkali tak disadari menjadi dalang di balik keputusan besar ini.
Kehilangan Tujuan Bersama Setelah Anak Dewasa dan Pensiun
Bayangkan sebuah bahtera yang telah berlayar jauh, dengan nakhoda dan awak yang memiliki tujuan yang sama: membesarkan anak-anak. Bertahun-tahun, energi dan fokus tercurah pada pendidikan, perkembangan, dan kebahagiaan buah hati. Namun, ketika anak-anak telah dewasa dan membangun kehidupan mereka sendiri, serta kesibukan pekerjaan telah berganti dengan masa pensiun yang tenang, bahtera tersebut seolah kehilangan arah. Tujuan bersama yang dulu menyatukan perlahan memudar.
Rutinitas harian yang dulunya dipenuhi dengan obrolan tentang anak, pekerjaan, atau rencana keluarga, kini terasa hampa. Masing-masing individu mungkin merasa kehilangan identitas peran dalam rumah tangga. Suami yang dulunya menjadi pencari nafkah utama, merasa kehilangan status dan kesibukannya. Istri yang fokus mengurus rumah tangga dan anak, merasa peran utamanya telah selesai. Kekosongan ini, jika tidak diisi dengan tujuan baru sebagai pasangan, bisa menciptakan jarak emosional yang signifikan. Mereka mungkin masih tinggal di rumah yang sama, namun secara emosional terasa seperti dua orang asing yang berbagi atap.
Merasa Tidak Lagi Dihargai atau Dipahami
Setelah puluhan tahun bersama, terkadang kita terjebak dalam rutinitas dan lupa untuk terus menunjukkan apresiasi kepada pasangan. Hal-hal kecil yang dulu terasa manis dan penuh perhatian, lama kelamaan dianggap sebagai sesuatu yang само собой разумеющееся. Pujian jarang terucap, ucapan terima kasih terlupakan, dan usaha untuk saling memahami perspektif masing-masing semakin menipis.
Perasaan tidak dihargai atau tidak dipahami dapat menggerogoti fondasi emosional pernikahan. Salah satu pihak mungkin merasa semua usahanya tidak dilihat, sementara pihak lain merasa keluh kesahnya tidak didengarkan. Komunikasi yang dulunya hangat dan terbuka, perlahan berubah menjadi percakapan singkat dan formal. Ketika kebutuhan emosional dasar untuk merasa dicintai, dihargai, dan dipahami tidak lagi terpenuhi dalam pernikahan, seseorang mungkin mulai mencari validasi dan pemahaman di luar hubungan tersebut, atau memilih untuk mengakhiri hubungan yang terasa hampa.
Pertumbuhan Pribadi yang Berbeda Arah
Manusia adalah makhluk yang terus berkembang. Seiring berjalannya waktu, minat, nilai-nilai, dan pandangan hidup kita bisa mengalami perubahan. Dalam pernikahan yang sehat, pasangan akan tumbuh bersama, saling mendukung perkembangan masing-masing, dan menemukan titik temu di tengah perbedaan. Namun, terkadang, pertumbuhan pribadi berjalan ke arah yang berlawanan.
Salah satu pihak mungkin semakin tertarik pada kegiatan sosial dan pengembangan diri, sementara yang lain lebih memilih ketenangan di rumah. Perbedaan minat yang awalnya mungkin dianggap sebagai pelengkap, lama kelamaan bisa menjadi jurang pemisah. Ketika nilai-nilai inti dan visi tentang masa depan tidak lagi sejalan, sulit untuk mempertahankan keintiman emosional. Masing-masing individu merasa tidak lagi memiliki kesamaan pandangan dengan pasangannya, yang pada akhirnya bisa memicu perasaan terasing dan keinginan untuk mencari kebahagiaan di jalan yang berbeda.