perisainews.com – Di era media sosial yang serba terbuka, di mana setiap momen sering kali diabadikan dan dibagikan, muncul sebuah tren menarik dalam dunia percintaan: hubungan yang dijalani secara low key. Bukan berarti dirahasiakan, namun lebih kepada pilihan untuk menjaga privasi dan menikmati keintiman tanpa sorotan publik yang berlebihan. Fenomena ini semakin banyak ditemui pada pasangan modern, terutama di kalangan anak muda. Mengapa demikian? Mari kita telaah lebih dalam.
Menghindari Drama dan Tekanan Eksternal
Salah satu alasan utama mengapa banyak pasangan memilih hubungan low key adalah untuk menghindari drama dan tekanan eksternal yang sering kali muncul seiring dengan publikasi hubungan di media sosial. Setiap unggahan, setiap interaksi daring, berpotensi menjadi bahan perdebatan, komentar negatif, bahkan perbandingan dengan hubungan orang lain. Tekanan untuk selalu terlihat bahagia dan sempurna di mata publik dapat menjadi beban tersendiri bagi kelangsungan sebuah hubungan.
Dengan memilih untuk menjaga privasi, pasangan memiliki ruang yang lebih aman untuk tumbuh dan berkembang bersama tanpa campur tangan opini publik. Mereka fokus pada membangun koneksi yang kuat dan otentik, tanpa perlu validasi dari likes dan komentar. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa tekanan media sosial dapat meningkatkan kecemasan dan ketidakpuasan dalam hubungan. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Social and Personal Relationships menemukan bahwa individu yang lebih sering membandingkan hubungan mereka dengan orang lain di media sosial cenderung memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih rendah.
Lebih Fokus pada Kualitas Hubungan
Ketika sebuah hubungan tidak menjadi konsumsi publik, energi dan fokus pasangan secara alami akan lebih terarah pada kualitas hubungan itu sendiri. Mereka lebih menghargai momen-momen intim yang hanya mereka berdua ketahui, percakapan mendalam tanpa perlu dipamerkan, dan pertumbuhan bersama yang tidak perlu diumumkan ke seluruh dunia. Hal ini memungkinkan mereka untuk membangun fondasi yang lebih kokoh dan tahan lama.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2023 menunjukkan bahwa mayoritas orang dewasa muda (berusia 18-29 tahun) lebih mengutamakan kualitas hubungan daripada status publiknya. Mereka mencari kedekatan emosional, dukungan, dan pemahaman dari pasangan, hal yang sering kali terdistraksi oleh kebutuhan untuk tampil di media sosial.
Belajar dari Pengalaman Generasi Sebelumnya
Mungkin kita pernah melihat pasangan yang terlalu mengumbar kemesraan di awal hubungan, namun kemudian kandas di tengah jalan. Atau mungkin kita menyaksikan drama percintaan selebritas yang menjadi sorotan publik dan akhirnya berujung pada perpisahan yang menyakitkan. Pengalaman-pengalaman ini secara tidak langsung memberikan pelajaran bagi generasi muda. Mereka menjadi lebih berhati-hati dalam mempublikasikan hubungan, belajar bahwa apa yang terlihat indah di layar belum tentu seindah kenyataannya.
Tren low key ini bisa jadi merupakan refleksi dari keinginan untuk memiliki hubungan yang lebih dewasa dan matang, yang tidak didikte oleh validasi eksternal. Mereka belajar bahwa kebahagiaan sejati dalam hubungan tidak perlu dipertontonkan, melainkan dirasakan dan dinikmati berdua.
Menjaga Keintiman dan Misteri
Ada daya tarik tersendiri dalam menjaga keintiman dan sedikit misteri dalam sebuah hubungan. Tidak semua hal perlu dibagikan kepada khalayak ramai. Momen-momen spesial, kejutan-kejutan kecil, dan percakapan-percakapan pribadi akan terasa lebih istimewa jika hanya dinikmati oleh dua orang yang terlibat. Hal ini membantu menjaga api asmara tetap menyala dan menciptakan ikatan emosional yang lebih dalam.
Sebuah artikel di Psychology Today menyoroti pentingnya batasan dalam hubungan, termasuk batasan informasi yang dibagikan kepada orang lain. Terlalu banyak berbagi dapat mengurangi rasa memiliki dan keunikan dalam hubungan tersebut. Dengan menjaga beberapa aspek tetap privat, pasangan menciptakan ruang aman di mana mereka bisa menjadi diri sendiri tanpa merasa dihakimi atau diintervensi.