perisainews.com – Dalam perjalanan hidup yang penuh liku, tak jarang kita temui fenomena menarik sekaligus menyedihkan: anak-anak yang beranjak dewasa justru mengambil jarak dari orang tua mereka. Fenomena ini tentu bukan tanpa alasan. Ada berbagai faktor kompleks yang melatarbelakanginya, dan memahami alasan-alasan ini bisa menjadi jembatan untuk memperbaiki atau mencegah keretakan hubungan keluarga. Mari kita telaah tujuh alasan umum yang seringkali menjadi pemicu anak dewasa memilih untuk menjaga jarak dengan orang tua mereka.
Perbedaan Pandangan yang Semakin Menganga
Seiring bertambahnya usia dan pengalaman, anak dewasa mulai membentuk pandangan hidupnya sendiri. Tak jarang, pandangan ini berbeda signifikan dengan nilai-nilai atau keyakinan yang dianut orang tua sejak lama. Perbedaan ini bisa mencakup berbagai aspek, mulai dari pilihan karir, gaya hidup, pandangan politik, hingga urusan asmara. Ketika perbedaan ini tidak dikelola dengan baik dan berujung pada perdebatan konstan atau bahkan penghakiman, anak dewasa mungkin merasa lebih nyaman untuk menarik diri demi menghindari konflik yang melelahkan.
Kebutuhan Akan Ruang Pribadi dan Kemandirian
Memasuki usia dewasa, kebutuhan akan otonomi dan ruang pribadi menjadi semakin penting. Anak dewasa ingin membuktikan bahwa mereka mampu mengambil keputusan sendiri dan menjalani hidup sesuai dengan pilihan mereka. Orang tua yang terlalu ikut campur, memberikan nasihat yang tidak diminta secara terus-menerus, atau sulit melepaskan kontrol, dapat membuat anak dewasa merasa tercekik dan tidak dihargai kemampuannya. Menjaga jarak menjadi salah satu cara untuk menegaskan batasan dan membangun kemandirian yang sesungguhnya.
Pengalaman Masa Lalu yang Belum Terselesaikan
Luka atau pengalaman negatif di masa lalu, seperti pola asuh yang otoriter, kurangnya dukungan emosional, atau bahkan trauma, dapat membekas dan memengaruhi hubungan antara anak dewasa dan orang tua. Anak dewasa mungkin merasa sulit untuk membangun kedekatan atau kepercayaan jika masa lalu dipenuhi dengan kenangan menyakitkan. Menghindar bisa menjadi mekanisme pertahanan diri untuk melindungi diri dari potensi terulangnya rasa sakit atau kekecewaan. Proses penyembuhan luka masa lalu seringkali membutuhkan ruang dan waktu, yang terkadang berarti menjaga jarak fisik atau emosional.
Prioritas Hidup yang Berubah
Ketika anak dewasa membangun keluarga sendiri, mengejar karir, atau memiliki komitmen lain, prioritas hidup mereka secara alami akan bergeser. Waktu dan energi mereka akan lebih banyak tercurah pada tanggung jawab baru ini. Bukan berarti mereka tidak peduli pada orang tua, tetapi alokasi waktu yang terbatas bisa disalahartikan sebagai upaya menjauhi diri. Komunikasi yang terbuka dan saling pengertian sangat dibutuhkan agar perubahan prioritas ini tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Merasa Tidak Dipahami atau Didengarkan
Salah satu kebutuhan mendasar manusia adalah merasa dipahami dan didengarkan. Ketika anak dewasa merasa bahwa orang tua mereka tidak benar-benar berusaha memahami perspektif mereka, meremehkan masalah yang dihadapi, atau lebih fokus pada pandangan mereka sendiri, komunikasi bisa menjadi frustrasi. Jika pola ini berulang, anak dewasa mungkin memilih untuk tidak lagi berbagi hal-hal penting dalam hidup mereka, yang secara bertahap dapat menciptakan jarak emosional.
Tekanan dan Ekspektasi yang Terlalu Tinggi
Orang tua tentu memiliki harapan untuk anak-anak mereka, namun terkadang harapan ini bisa terasa seperti tekanan yang berlebihan. Ekspektasi yang tidak realistis terkait karir, pernikahan, atau pencapaian lainnya dapat membuat anak dewasa merasa terbebani dan tidak pernah cukup baik di mata orang tua mereka. Menghindar bisa menjadi cara untuk mengurangi tekanan dan menjalani hidup sesuai dengan kemampuan dan keinginan sendiri, tanpa terus-menerus merasa dihakimi.