Gaya Hidup

Keributan Gaya Hidup Generasi Muda vs Boomer, Apa Sebabnya?

×

Keributan Gaya Hidup Generasi Muda vs Boomer, Apa Sebabnya?

Sebarkan artikel ini
Keributan Gaya Hidup Generasi Muda vs Boomer, Apa Sebabnya?
Keributan Gaya Hidup Generasi Muda vs Boomer, Apa Sebabnya? (www.freepik.com)

perisainews.com – Generasi yang lebih tua, sering disebut “boomer,” tampaknya punya segudang hal untuk diperdebatkan dengan kita, generasi yang lebih muda. Ada satu topik yang entah kenapa selalu muncul dan bikin kita auto-menghela napas: gaya hidup dan pilihan yang kita anggap biasa saja. Mereka seringkali melihatnya dengan kacamata yang berbeda, bahkan tak jarang menimbulkan keributan kecil di berbagai platform media sosial maupun obrolan keluarga.

Kenapa sih hal-hal yang buat kita chill dan make sense justru jadi perdebatan panas di mata mereka? Mari kita telaah lebih dalam beberapa “keributan” klasik ini dan coba pahami dari kedua sisi.

Gawai dan Media Sosial: Kebutuhan atau Candu?

Buat kita, smartphone itu sudah seperti perpanjangan tangan. Semua ada di sana: informasi, hiburan, koneksi dengan teman dan keluarga, bahkan urusan pekerjaan dan bisnis. Kita tumbuh dengan teknologi ini, jadi rasanya aneh kalau tidak memilikinya. Media sosial juga jadi ruang untuk berekspresi, belajar, dan membangun komunitas.

Tapi, bagi sebagian boomer, ketergantungan kita pada gawai dan media sosial seringkali dianggap berlebihan, bahkan candu. Mereka khawatir kita jadi kurang interaksi sosial “nyata,” kurang fokus pada dunia sekitar, dan mudah terdistraksi. Mereka mungkin ingat masa-masa tanpa gadget canggih, di mana komunikasi dilakukan lewat surat atau telepon rumah, dan hiburan datang dari buku atau televisi dengan saluran terbatas.

Baca Juga  Hidup dengan Gaji UMR, Strategi Cerdas Mengelola Keuangan

Memang, ada kalanya kita perlu digital detox dan lebih hadir di momen sekarang. Tapi, bukan berarti semua penggunaan gawai itu buruk. Banyak dari kita memanfaatkan teknologi untuk hal-hal produktif, belajar skill baru, membangun jaringan profesional, atau bahkan menghasilkan uang. Kita juga tetap bersosialisasi, hanya saja medianya berbeda.

Fleksibilitas Kerja: Bukan Malas, Tapi Adaptasi

Dulu, bekerja kantoran dengan jam 9-5 mungkin jadi standar ideal. Tapi, generasi kita melihat dunia kerja dengan perspektif yang lebih fleksibel. Kerja remote, freelance, atau jam kerja yang tidak konvensional bukan lagi hal aneh. Kita lebih fokus pada hasil dan efisiensi, bukan sekadar duduk di kantor selama jam tertentu.

Baca Juga  Hubungan Low Key, Cinta Diam-Diam yang Bikin Iri!

Nah, di sinilah sering muncul “keributan” berikutnya. Boomer mungkin menganggap fleksibilitas ini sebagai bentuk kemalasan atau kurangnya dedikasi. Mereka tumbuh dengan etos kerja yang kuat, di mana loyalitas pada perusahaan dan kehadiran fisik di kantor sangat dihargai.

Padahal, kita hanya beradaptasi dengan perkembangan zaman. Teknologi memungkinkan kita bekerja dari mana saja dan kapan saja. Fleksibilitas justru bisa meningkatkan produktivitas dan keseimbangan hidup. Kita bisa mengatur waktu agar lebih efektif dan punya waktu untuk hal-hal lain di luar pekerjaan.

Menurut data dari [sebutkan sumber terpercaya, misal: survei terbaru tentang tren kerja], persentase pekerja remote atau freelance terus meningkat secara global. Ini menunjukkan bahwa fleksibilitas kerja bukan hanya tren sesaat, tapi memang menjadi preferensi banyak orang, terutama generasi muda.

Gaya Hidup Minimalis dan Berkelanjutan: Bukan Pelit, Tapi Peduli

Kita sering mendengar kritik soal gaya hidup kita yang dianggap boros atau terlalu konsumtif. Padahal, banyak dari kita justru mengadopsi gaya hidup minimalis dan lebih peduli pada isu keberlanjutan. Kita lebih memilih membeli barang yang berkualitas dan tahan lama daripada fast fashion yang cepat rusak. Kita berusaha mengurangi sampah plastik, menggunakan transportasi publik atau sepeda, dan mendukung produk-produk lokal yang ramah lingkungan.

Baca Juga  Bukan Genetik! Kunci Umur Panjang Ada di Kebiasaan Sehari-hari

Mungkin, bagi sebagian boomer, ini terlihat seperti gaya-gayaan atau bahkan pelit. Mereka mungkin tumbuh di era di mana memiliki banyak barang dianggap sebagai simbol kesuksesan.

Namun, bagi kita, ini adalah tentang kesadaran akan dampak lingkungan dan keinginan untuk hidup lebih bermakna. Kita tahu bahwa sumber daya alam itu terbatas, dan kita ingin berkontribusi untuk masa depan yang lebih baik. Gaya hidup minimalis bukan berarti tidak menikmati hidup, tapi lebih fokus pada apa yang benar-benar penting dan memberikan nilai.

Data dari [sebutkan sumber terpercaya, misal: laporan tentang kesadaran lingkungan generasi muda] menunjukkan bahwa generasi muda memiliki tingkat kepedulian yang lebih tinggi terhadap isu lingkungan dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini tercermin dalam pilihan konsumsi dan gaya hidup mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *