Gaya HidupSosial

Gen Z Benci Ribet? Ini Cara Mereka ‘Nge-judge’ Gaya Hidupmu

×

Gen Z Benci Ribet? Ini Cara Mereka ‘Nge-judge’ Gaya Hidupmu

Sebarkan artikel ini
Gen Z Benci Ribet? Ini Cara Mereka 'Nge-judge' Gaya Hidupmu
Gen Z Benci Ribet? Ini Cara Mereka 'Nge-judge' Gaya Hidupmu (www.freepik.com)

perisainews.com – Generasi Z, atau yang akrab disapa Gen Z, memang punya caranya sendiri dalam menjalani hidup. Mereka tumbuh di era digital yang serba cepat, informasi tanpa batas, dan pilihan yangSuper banyak. Tak heran, ada beberapa hal “jadul” atau dianggap kurang relevan yang bikin mereka auto bilang, “Sorry ya, gak level!” Penasaran apa saja? Yuk, kita bahas lebih dalam!

Gaya Komunikasi yang Sat Set dan Anti Ribet

Salah satu hal mencolok dari Gen Z adalah gaya komunikasinya yang to the point dan efisien. Mereka besar dengan chatting apps, media sosial, dan video singkat. Jadi, jangan heran kalau mereka kurang tertarik dengan telepon berlama-lama atau surat elektronik formal yang panjangnya kayak skripsi. Bagi mereka, informasi itu harus didapat dengan cepat dan jelas. Kalau bisa dalam beberapa ketikan atau swipe, kenapa harus ribet?

Mereka lebih memilih voice note singkat daripada mengetik panjang lebar, atau video call sebentar untuk menyampaikan hal penting. Bahasa yang mereka gunakan pun cenderung kasual, penuh singkatan, dan kadang disisipi bahasa gaul kekinian. Ini bukan berarti mereka tidak sopan, lho. Hanya saja, efisiensi dan kepraktisan jadi prioritas utama dalam berkomunikasi.

Anti Mainstream dan Ogah Ikut-ikutan Tren yang Gitu-Gitu Aja

Gen Z punya radar yang kuat banget soal keaslian dan individualitas. Mereka tumbuh melihat berbagai macam tren datang dan pergi dengan cepatnya internet. Alhasil, mereka jadi lebih kritis dan nggak gampang latah ikut-ikutan sesuatu hanya karena lagi hype. Mereka lebih suka mencari niche mereka sendiri, mengeksplorasi minat yang unik, dan berekspresi sesuai dengan apa yang mereka yakini.

Kalau ada tren yang dianggap terlalu mainstream atau bahkan cringe (memalukan), jangan harap Gen Z bakal tertarik. Mereka lebih menghargai orisinalitas dan keberanian untuk tampil beda. Bagi mereka, menjadi diri sendiri itu jauh lebih keren daripada berusaha menjadi seperti orang lain. Ini tercermin dalam gaya berpakaian, pilihan musik, hingga konten media sosial yang mereka konsumsi dan buat.

Baca Juga  Suami Mulai Berubah? Ini 3 Tanda Bahaya yang Harus Istri Sadari!

Prioritaskan Kesehatan Mental dan Work-Life Balance

Generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an ini punya kesadaran yang tinggi soal pentingnya kesehatan mental. Mereka tumbuh di tengah perbincangan yang lebih terbuka tentang isu ini, dan mereka nggak ragu untuk memprioritaskannya dalam hidup mereka. Budaya hustle culture yang dulu diagung-agungkan kini mulai ditinggalkan. Bagi Gen Z, bekerja keras itu penting, tapi bukan berarti harus mengorbankan kesehatan fisik dan mental.

Mereka lebih menghargai fleksibilitas dalam bekerja, batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta lingkungan kerja yang suportif. Kalau ada tawaran pekerjaan yang menjanjikan gaji besar tapi dengan jam kerja gila-gilaan dan tekanan yang tinggi, jangan kaget kalau Gen Z mikir dua kali. Bagi mereka, kualitas hidup itu jauh lebih berharga.

Baca Juga  5 Minuman Lezat Ini Ternyata Bikin Kolesterol Naik Tak Terkendali

Lebih Pilih Pengalaman daripada Kepemilikan Barang Mewah yang “Biasa Aja”

Mungkin generasi sebelumnya berlomba-lomba mengumpulkan barang-barang mewah sebagai simbol status. Tapi bagi Gen Z, pengalaman itu jauh lebih berharga. Mereka lebih memilih menghabiskan uang untuk traveling, mencoba hal-hal baru, atau menghadiri konser dan festival musik favorit mereka. Bagi mereka, kenangan dan pelajaran yang didapat dari sebuah pengalaman jauh lebih berkesan daripada sekadar memiliki barang mahal yang “biasa aja”.

Ini juga berkaitan dengan nilai-nilai yang mereka anut, seperti keberlanjutan dan minimalisme. Mereka lebih sadar akan dampak konsumsi berlebihan terhadap lingkungan. Jadi, alih-alih membeli banyak barang yang mungkin hanya dipakai sesekali, mereka lebih memilih menyewa, berbagi, atau membeli barang yang memang benar-benar mereka butuhkan dan berkualitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *