- Kesenjangan Keterampilan (Skills Gap): Pendidikan formal tidak selalu membekali Gen Z dengan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja modern. Ada kesenjangan antara keterampilan yang dipelajari di sekolah atau universitas dengan keterampilan yang dicari oleh perusahaan, terutama dalam bidang teknologi dan digital skills.
- Ekspektasi yang Tidak Realistis: Gen Z seringkali memiliki ekspektasi tinggi terhadap pekerjaan pertama mereka. Mereka menginginkan pekerjaan yang tidak hanya memberikan gaji yang baik, tetapi juga bermakna, fleksibel, dan sesuai dengan nilai-nilai pribadi. Namun, realitas dunia kerja tidak selalu memenuhi ekspektasi ini.
- Persaingan Global: Globalisasi dan perkembangan teknologi membuat persaingan di dunia kerja semakin ketat. Gen Z tidak hanya bersaing dengan lulusan lokal, tetapi juga dengan kandidat dari seluruh dunia. Mereka harus memiliki keunggulan kompetitif untuk bisa menonjol di pasar kerja global.
- Perubahan Lanskap Pekerjaan: Otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), dan disrupsi teknologi lainnya mengubah lanskap pekerjaan dengan cepat. Beberapa jenis pekerjaan tradisional mulai menghilang, sementara pekerjaan baru yang membutuhkan keterampilan berbeda bermunculan. Gen Z harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini dan terus mengembangkan keterampilan baru agar tetap relevan di dunia kerja masa depan.
Krisis Iklim dan Kekhawatiran Lingkungan
Isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi perhatian utama bagi Gen Z. Mereka tumbuh dengan kesadaran akan dampak buruk aktivitas manusia terhadap planet ini dan merasakan langsung konsekuensi dari krisis iklim:
- Kecemasan Iklim (Climate Anxiety): Gen Z mengalami tingkat kecemasan yang tinggi terkait perubahan iklim. Mereka khawatir tentang masa depan bumi, dampaknya terhadap generasi mendatang, dan merasa frustrasi dengan lambatnya tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah ini.
- Dampak Nyata Perubahan Iklim: Gen Z menyaksikan langsung dampak nyata perubahan iklim, seperti bencana alam yang semakin sering terjadi, gelombang panas ekstrem, banjir, dan kekeringan. Pengalaman ini memperkuat kekhawatiran mereka dan mendorong mereka untuk bertindak.
- Tanggung Jawab Generasi Terdahulu: Gen Z seringkali merasa kecewa dan frustrasi dengan generasi sebelumnya yang dianggap kurang peduli terhadap isu lingkungan. Mereka merasa bahwa generasi terdahulu telah mewariskan masalah lingkungan yang besar dan membebani mereka untuk mencari solusinya.
- Tuntutan akan Aksi Nyata: Gen Z tidak hanya prihatin, tetapi juga aktif terlibat dalam gerakan lingkungan. Mereka menuntut aksi nyata dari pemerintah, perusahaan, dan individu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, beralih ke energi terbarukan, dan melindungi lingkungan. Mereka juga menerapkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
Survei global oleh Amnesty International tahun 2019 menunjukkan bahwa perubahan iklim adalah isu paling penting bagi Gen Z di seluruh dunia. Mereka merasa pemerintah tidak melakukan cukup banyak untuk mengatasi masalah ini dan menuntut tindakan yang lebih tegas.
Polarisasi Sosial dan Perpecahan Nilai
Di era digital dan media sosial, Gen Z juga menghadapi tantangan polarisasi sosial dan perpecahan nilai yang semakin dalam:
- Ruang Gema (Echo Chamber) dan Filterisasi Informasi: Algoritma media sosial cenderung memperkuat pandangan yang sudah ada dan menciptakan ruang gema, di mana Gen Z hanya terpapar pada informasi dan opini yang sejalan dengan keyakinan mereka. Hal ini dapat mempersempit perspektif dan mempersulit mereka untuk memahami sudut pandang yang berbeda.
- Polarisasi Politik dan Ideologi: Perpecahan politik dan ideologi semakin tajam di banyak negara. Gen Z seringkali terjebak dalam polarisasi ini, yang dapat memecah belah persahabatan, keluarga, dan komunitas. Mereka kesulitan untuk menemukan titik temu dan berdialog secara konstruktif dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda.
- Budaya Pembatalan (Cancel Culture) dan Intoleransi: Budaya pembatalan yang marak di media sosial dapat menciptakan iklim intoleransi dan ketakutan untuk mengungkapkan pendapat yang berbeda. Gen Z merasa tertekan untuk selalu sempurna dan takut melakukan kesalahan yang bisa berujung pada cancel culture. Hal ini dapat menghambat kebebasan berekspresi dan diskusi yang terbuka.
- Informasi yang Salah dan Disinformasi: Era digital dibanjiri dengan informasi yang salah dan disinformasi (hoax). Gen Z perlu memiliki keterampilan literasi media yang kuat untuk memilah informasi yang benar dari yang salah, dan tidak mudah termakan oleh propaganda atau berita palsu.
Mencari Solusi dan Jalan Keluar
Meskipun menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks, Gen Z juga memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan positif. Generasi ini dikenal kreatif, inovatif, adaptif, dan memiliki semangat kolaborasi yang tinggi. Untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak: