Gratifikasi Instan dan Budaya “Beli Sekarang, Bayar Nanti”
Era digital juga memopulerkan budaya gratifikasi instan. Kemudahan berbelanja online dan berbagai opsi pembayaran seperti paylater (beli sekarang, bayar nanti) mendorong Gen Z untuk memenuhi keinginan mereka tanpa mempertimbangkan konsekuensi finansial jangka panjang. Mereka terbiasa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cepat dan mudah, yang dapat mengikis kemampuan mereka untuk menunda kepuasan dan berpikir jangka panjang tentang keuangan.
Psikolog mengingatkan bahwa ketergantungan pada gratifikasi instan dapat menciptakan siklus utang yang berbahaya. Kemudahan mendapatkan pinjaman kecil untuk membeli barang-barang konsumtif dapat menumpuk menjadi utang besar yang sulit dilunasi di kemudian hari. Kurangnya pemahaman tentang bunga dan biaya tersembunyi dalam skema paylater juga menjadi masalah serius.
Dampak Psikologis dan Kesehatan Mental
“Rahasia gelap” keuangan Gen Z tidak hanya berdampak pada kondisi finansial mereka, tetapi juga kesehatan mental secara keseluruhan. Stres akibat masalah keuangan dapat memicu berbagai masalah psikologis, seperti:
- Kecemasan dan depresi: Kekhawatiran terus-menerus tentang uang dapat mengganggu tidur, nafsu makan, dan suasana hati.
- Rendahnya harga diri: Merasa gagal secara finansial dapat menurunkan kepercayaan diri dan memicu perasaan malu atau bersalah.
- Masalah hubungan: Stres keuangan dapat memengaruhi hubungan dengan keluarga dan teman, bahkan menjadi sumber konflik.
- Gangguan tidur dan kesehatan fisik: Stres kronis akibat masalah keuangan dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik secara keseluruhan.
Data menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara masalah keuangan dan peningkatan risiko gangguan mental di kalangan generasi muda. Tekanan untuk terus “berada di atas” secara finansial di tengah ketidakpastian ekonomi dapat menjadi beban psikologis yang sangat berat.
Mencari Solusi: Mengubah Narasi dan Meningkatkan Literasi Keuangan
Membongkar “rahasia gelap” ini adalah langkah pertama untuk mencari solusi. Penting untuk mengubah narasi tentang kesuksesan dan kebahagiaan di media sosial. Alih-alih fokus pada kepemilikan materi, perlu ada penekanan pada nilai-nilai seperti kesehatan mental, hubungan yang bermakna, dan pencapaian pribadi yang tidak selalu berkaitan dengan uang.
Selain itu, peningkatan literasi keuangan menjadi kunci utama. Edukasi tentang pengelolaan uang harus dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Gen Z perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan finansial yang cerdas, seperti:
- Membuat anggaran: Memahami pendapatan dan pengeluaran untuk mengelola arus kas dengan lebih baik.
- Menabung dan berinvestasi: Mempersiapkan masa depan finansial dengan menyisihkan sebagian pendapatan secara teratur.
- Memahami utang: Mengenali jenis-jenis utang, risiko, dan cara mengelolanya dengan bijak.
- Mengenali penipuan finansial: Meningkatkan kewaspadaan terhadap tawaran investasi yang terlalu menggiurkan.
- Mencari sumber informasi yang terpercaya: Mengakses edukasi finansial dari profesional atau lembaga yang kredibel.
Peran Orang Tua, Pendidik, dan Masyarakat
Orang tua memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai keuangan yang sehat pada anak-anak mereka. Pendidik juga perlu mengintegrasikan materi literasi keuangan ke dalam kurikulum. Selain itu, platform media sosial dan influencer dapat berperan positif dengan mempromosikan konten yang mengedukasi tentang keuangan dan gaya hidup yang lebih realistis.
Penting juga untuk menciptakan lingkungan sosial yang lebih suportif dan tidak menghakimi terkait masalah keuangan. Membuka dialog tentang tantangan finansial yang dihadapi Gen Z dapat membantu mengurangi rasa malu dan mendorong mereka untuk mencari bantuan jika dibutuhkan.