perisainews.com – Pernahkah Anda mengamati bagaimana anak-anak kecil begitu cepat meniru tingkah laku orang dewasa di sekitarnya? Mulai dari cara berbicara, gestur tubuh, hingga kebiasaan-kebiasaan sehari-hari, semua seolah direkam dan dipraktikkan kembali oleh si kecil. Fenomena ini bukan sekadar kebetulan, melainkan sebuah indikasi kuat bahwa anak belajar dari apa yang dilihat. Ya, apa yang kita tampilkan di depan mata mereka memiliki dampak yang jauh lebih besar dibandingkan nasihat atau perintah yang kita ucapkan.
Dalam dunia psikologi, konsep ini dikenal dengan istilah observational learning atau pembelajaran observasional, yang menekankan bahwa anak-anak, dan bahkan orang dewasa, belajar melalui pengamatan. Anak-anak secara alami adalah pengamat ulung. Mereka menyerap informasi dari lingkungan sekitar, terutama melalui indra penglihatan. Gaya belajar visual ini menjadi salah satu modal utama mereka dalam memahami dunia.
Mengapa Anak Lebih Mengutamakan Penglihatan dalam Belajar?
Pada usia dini, kemampuan kognitif anak masih dalam tahap perkembangan. Mereka belum sepenuhnya mampu memahami konsep-konsep abstrak atau instruksi verbal yang kompleks. Namun, kemampuan visual mereka berkembang pesat. Dunia bagi mereka adalah panggung besar tempat mereka menyaksikan berbagai aksi dan interaksi. Dari sinilah mereka menarik pelajaran.
Beberapa alasan mengapa “apa yang dilihat” lebih efektif dalam proses belajar anak:
- Konkret dan Nyata: Tindakan nyata jauh lebih mudah dipahami daripada kata-kata. Misalnya, daripada menjelaskan panjang lebar tentang cara menyikat gigi yang benar, akan jauh lebih efektif jika orang tua memberikan contoh langsung dengan mempraktikkannya di depan anak. Anak melihat bagaimana gerakan tangan, penggunaan sikat, dan tahapan-tahapan yang dilakukan.
- Menarik Perhatian: Visual cenderung lebih menarik perhatian anak-anak yang pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu tinggi. Warna-warni, gerakan, ekspresi wajah, semua elemen visual ini dapat memicu minat belajar mereka.
- Proses Imitasi Alami: Anak-anak memiliki dorongan alami untuk meniru. Meniru adalah cara mereka belajar keterampilan baru, memahami peran sosial, dan mengembangkan identitas diri. Dengan melihat contoh, mereka mendapatkan panduan praktis untuk ditiru.
- Memori Jangka Panjang: Informasi yang diterima secara visual cenderung lebih mudah diingat dalam jangka panjang. Otak manusia memang lebih baik dalam memproses dan menyimpan informasi visual dibandingkan informasi verbal.
Lebih dari Sekadar Visual: Mendengar dan Mengalami Juga Berperan
Meskipun visual memegang peranan penting, bukan berarti indra pendengaran dan pengalaman tidak memiliki arti dalam proses belajar anak. Anak belajar dari apa yang didengarnya juga merupakan bagian penting dari perkembangan mereka. Bahasa, intonasi, dan berbagai suara di sekitar mereka membantu membangun pemahaman tentang dunia audio. Selain itu, anak belajar dari apa yang dialaminya. Pengalaman langsung, baik melalui bermain, bereksplorasi, maupun berinteraksi dengan lingkungan, memberikan pelajaran berharga yang tidak bisa didapatkan hanya dari melihat atau mendengar.
Namun, dalam konteks apa yang dilihat, kita perlu menyadari bahwa contoh nyata yang kita berikan akan diperkuat oleh apa yang kita katakan dan bagaimana kita membuat mereka mengalami prosesnya secara langsung. Ketiganya saling berkaitan dan memberikan dampak holistik dalam pembelajaran anak.
Kekuatan Contoh Nyata: Lebih Berbicara daripada Ribuan Kata
Pepatah “actions speak louder than words” (tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata) sangat relevan dalam konteks pendidikan anak. Kita bisa menasihati anak berkali-kali untuk bersikap sopan, misalnya. Namun, jika kita sendiri tidak menunjukkan kesopanan dalam berinteraksi dengan orang lain, nasihat tersebut akan terasa hampa. Anak akan lebih mempercayai dan meniru apa yang mereka lihat kita lakukan, bukan apa yang kita katakan.
Berikut beberapa contoh konkret bagaimana apa yang dilihat bekerja dalam kehidupan sehari-hari: