data-sourcepos=”5:1-5:436″>perisainews.com – Di era media sosial yang serba cepat ini, istilah “narsisme” seringkali menjadi perbincangan hangat. Kita mungkin pernah mendengar seseorang disebut narsis karena terlalu sering berswafoto atau gemar memamerkan pencapaian di media sosial. Namun, tahukah Anda apa sebenarnya narsisme dalam perspektif psikologi? Apakah narsisme itu sekadar sifat buruk atau merupakan sebuah gangguan kepribadian yang serius? Mari kita telaah lebih dalam.
Memahami Narsisme: Lebih dari Sekadar Cinta Diri yang Berlebihan
Narsisme, dalam psikologi, bukanlah sekadar cinta diri yang berlebihan atau kepercayaan diri yang tinggi. Memang benar, orang dengan kecenderungan narsistik memiliki rasa percaya diri yang kuat dan keyakinan akan kelebihan diri mereka. Namun, narsisme lebih dalam dari itu. Istilah narsisme sendiri berasal dari mitologi Yunani tentang Narcissus, seorang pemuda tampan yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri di kolam air dan akhirnya meninggal karena tidak bisa meninggalkan bayangannya tersebut.
Dalam psikologi modern, narsisme didefinisikan sebagai spektrum sifat kepribadian yang berkisar dari narsisme yang sehat (<i>healthy narcissism</i>) hingga Gangguan Kepribadian Narsistik (GKN) atau dalam bahasa Inggris disebut Narcissistic Personality Disorder (NPD). Penting untuk memahami perbedaan antara keduanya agar kita tidak salah dalam menilai seseorang.
Narsisme Sehat: Ketika Cinta Diri Menjadi Kekuatan
Narsisme yang sehat adalah bentuk narsisme yang adaptif dan fungsional. Orang dengan narsisme sehat memiliki rasa harga diri yang positif, ambisi untuk sukses, dan kemampuan untuk memimpin. Mereka juga mampu mengambil risiko dan memiliki inisiatif yang tinggi. Dalam dosis yang tepat, narsisme sehat justru dapat menjadi pendorong untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan dalam berbagai bidang kehidupan.
Ciri-ciri narsisme sehat meliputi:
- Rasa percaya diri yang kuat: Yakin dengan kemampuan diri dan tidak mudah terpengaruh oleh kritik negatif.
- Ambisi dan motivasi tinggi: Berorientasi pada pencapaian dan memiliki dorongan kuat untuk sukses.
- Kemampuan memimpin: Mampu mengambil inisiatif dan menginspirasi orang lain.
- Ketahanan mental: Tidak mudah menyerah saat menghadapi tantangan atau kegagalan.
- Empati yang proporsional: Mampu memahami perasaan orang lain tanpa mengorbankan kebutuhan diri.
Narsisme sehat memungkinkan seseorang untuk memiliki citra diri yang positif, menetapkan tujuan yang tinggi, dan bekerja keras untuk mencapainya. Mereka melihat diri mereka sebagai individu yang berharga dan kompeten, yang penting untuk perkembangan pribadi dan profesional.
Gangguan Kepribadian Narsistik (GKN): Ketika Narsisme Merugikan
Berbeda dengan narsisme sehat, Gangguan Kepribadian Narsistik (GKN) adalah kondisi mental yang serius. GKN ditandai dengan pola pikir dan perilaku yangGrandiosa, kebutuhan untuk dikagumi, dan kurangnya empati terhadap orang lain. Orang dengan GKN memiliki rasa kepentingan diri yang berlebihan, keyakinan bahwa mereka unik dan istimewa, serta harapan untuk diperlakukan secara khusus.
Kriteria diagnosis GKN menurut DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5) meliputi:
- Rasa keagungan (<i>grandiosity</i>): Merasa diri lebih penting dari orang lain, melebih-lebihkan kemampuan dan prestasi, serta mengharapkan pengakuan sebagai superior tanpa prestasi yang sepadan.
- Fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kecemerlangan, kecantikan, atau cinta ideal yang tak terbatas: Terobsesi dengan fantasi tentang keberhasilan tanpa batas, kekuasaan, kepintaran, kecantikan, atau cinta yang sempurna.
- Keyakinan bahwa dirinya “istimewa” dan unik: Hanya dapat dipahami oleh atau bergaul dengan orang-orang atau lembaga-lembaga yang istimewa atau berstatus tinggi.
- Kebutuhan berlebihan untuk dikagumi: Membutuhkan validasi dan pujian terus-menerus dari orang lain.
- Rasa memiliki hak (<i>sense of entitlement</i>): Berharap diperlakukan secara khusus dan istimewa, serta patuh secara otomatis dengan harapan-harapannya.
- Perilaku interpersonal yang eksploitatif: Memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuan mereka sendiri.
- Kurang empati: Tidak mau mengakui atau merasakan perasaan dan kebutuhan orang lain.
- Iri hati pada orang lain: Atau percaya bahwa orang lain iri padanya.
- Perilaku atau sikap arogan dan angkuh: Menunjukkan perilaku atau sikap yang sombong dan merendahkan orang lain.
Untuk didiagnosis GKN, seseorang harus memenuhi setidaknya lima dari sembilan kriteria di atas, dan gejala-gejala tersebut harus menyebabkan gangguan signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya dalam kehidupan mereka.