3. Menggunakan Hukuman Fisik atau Verbal Sebagai Cara “Mendidik” Anak ADHD
Hukuman fisik seperti memukul, mencubit, menjewer, atau kekerasan verbal seperti membentak, mengomeli, atau merendahkan anak, sama sekali tidak efektif dan justru sangat merugikan bagi anak ADHD. Pendekatan ini tidak akan mengajarkan anak tentang perilaku yang benar, melainkan hanya menanamkan rasa takut, cemas, dan trauma pada anak.
Anak ADHD cenderung lebih sensitif terhadap kritik dan hukuman dibandingkan anak-anak lain. Hukuman fisik atau verbal dapat memperburuk kondisi emosional anak, meningkatkan tingkat stres, dan memicu perilaku agresif atau menarik diri. Hubungan orang tua dan anak pun menjadi rusak dan tidak harmonis.
Selain itu, hukuman fisik dan verbal tidak membantu anak ADHD untuk mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan, seperti regulasi emosi, kontrol impuls, dan problem solving. Hukuman hanya berfokus pada menghentikan perilaku yang tidak diinginkan secara instan, tanpa mengajarkan anak cara menggantinya dengan perilaku yang lebih adaptif.
Solusinya: Hindari segala bentuk hukuman fisik dan verbal. Gunakan pendekatan disiplin positif yang berfokus pada mengajarkan anak perilaku yang benar, bukan menghukum perilaku yang salah. Beberapa strategi disiplin positif yang efektif untuk anak ADHD antara lain:
- Penguatan positif: Berikan pujian, hadiah kecil, atau perhatian positif ketika anak menunjukkan perilaku yang baik atau mencapai target tertentu.
- Konsekuensi logis: Biarkan anak mengalami konsekuensi alami dari perilaku mereka yang tidak tepat. Misalnya, jika anak menumpahkan minuman, minta anak untuk membersihkannya sendiri.
- Time-out: Jika anak terlalu emosi atau kehilangan kontrol, berikan waktu sejenak untuk menenangkan diri di tempat yang tenang.
- Sistem poin atau reward chart: Buat sistem poin atau grafik hadiah untuk memotivasi anak mencapai tujuan tertentu dan membangun perilaku positif.
4. Memberikan Instruksi yang Terlalu Panjang, Rumit, dan Tidak Jelas
Anak ADHD memiliki kesulitan dalam memproses informasi yang kompleks dan panjang. Memberikan instruksi yang terlalu panjang, rumit, dan tidak jelas hanya akan membuat anak bingung, frustrasi, dan akhirnya mengabaikan instruksi tersebut.
Instruksi yang efektif untuk anak ADHD haruslah:
- Singkat dan sederhana: Gunakan kalimat pendek dan langsung ke inti. Fokus pada satu instruksi dalam satu waktu.
- Spesifik dan jelas: Jelaskan secara rinci apa yang Anda harapkan dari anak. Hindari instruksi yang ambigu atau terlalu umum.
- Visual: Gunakan bantuan visual seperti gambar, diagram, atau daftar tugas untuk membantu anak memahami instruksi.
- Ulangi dan periksa pemahaman: Ulangi instruksi beberapa kali jika perlu, dan pastikan anak memahami apa yang Anda sampaikan. Minta anak untuk mengulang instruksi dengan kata-kata mereka sendiri.
Contoh instruksi yang tidak efektif: “Nak, rapikan kamarmu sekarang ya! Jangan lupa buku-bukunya ditaruh di rak, mainannya dimasukkan ke kotak, baju kotornya di keranjang, dan tempat tidurnya dirapikan juga. Pokoknya kamar kamu harus bersih dan rapi seperti kamar contoh di majalah!”
Contoh instruksi yang lebih efektif: “Nak, tolong rapikan buku di rak.” (Setelah selesai) “Bagus, sekarang masukkan mainan ke kotak.” (Dan seterusnya, instruksi diberikan satu per satu dan bertahap).
5. Kurang Konsisten dalam Penerapan Aturan dan Ekspektasi
Konsistensi adalah kunci dalam pengasuhan anak ADHD. Ketidakkonsistenan dalam penerapan aturan dan ekspektasi akan membuat anak bingung, tidak aman, dan kesulitan untuk belajar perilaku yang diharapkan.
Jika aturan dan ekspektasi berubah-ubah atau tidak diterapkan secara konsisten oleh kedua orang tua, anak akan kesulitan memahami batasan dan apa yang diharapkan dari mereka. Anak mungkin akan mencoba-coba melanggar aturan untuk melihat sejauh mana batasan yang sebenarnya, atau merasa tidak termotivasi untuk mematuhi aturan karena aturan tersebut dianggap tidak penting atau tidak berlaku setiap saat.
Solusinya: Tetapkan aturan dan ekspektasi yang jelas, sederhana, dan realistis untuk anak ADHD. Diskusikan aturan-aturan ini dengan anak dan pastikan mereka memahami konsekuensi dari melanggar aturan. Terapkan aturan dan ekspektasi secara konsisten setiap saat dan oleh semua orang dewasa yang terlibat dalam pengasuhan anak (orang tua, kakek-nenek, pengasuh, guru). Jika terjadi pelanggaran aturan, berikan konsekuensi yang telah disepakati secara konsisten.