Kesehatan

5 Kesalahan Fatal yang Membuat Orang Tua Memaksa Anak ADHD

×

5 Kesalahan Fatal yang Membuat Orang Tua Memaksa Anak ADHD

Sebarkan artikel ini
5 Kesalahan Fatal yang Membuat Orang Tua Memaksa Anak ADHD
5 Kesalahan Fatal yang Membuat Orang Tua Memaksa Anak ADHD (www.freepik.com)

perisainews.com – Memiliki anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) tentu menghadirkan dinamika tersendiri dalam pengasuhan. Sebagai orang tua, wajar jika kita memiliki harapan agar anak-anak dapat mengikuti aturan, menyelesaikan tugas, dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Namun, ketika harapan tersebut bertemu dengan karakteristik khas ADHD, seperti kesulitan fokus, impulsivitas, dan hiperaktivitas, tak jarang orang tua merasa frustrasi hingga tanpa sadar melakukan pendekatan yang kurang tepat, bahkan cenderung “memaksa”.

Memaksakan kehendak pada anak, apalagi pada anak dengan ADHD, bukanlah strategi yang efektif. Alih-alih mendapatkan hasil yang diharapkan, pendekatan ini justru dapat memperburuk kondisi anak, merusak hubungan orang tua dan anak, serta menghambat perkembangan anak secara keseluruhan. Artikel ini akan membahas 5 kesalahan fatal yang sering dilakukan orang tua saat ‘memaksa’ anak ADHD, dan bagaimana cara menghindarinya. Memahami kesalahan-kesalahan ini adalah langkah awal untuk membangun pola pengasuhan yang lebih efektif, suportif, dan penuh kasih sayang bagi anak ADHD.

1. Mengabaikan Kondisi ADHD dan Menganggapnya Sebagai Kenakalan Semata

Kesalahan pertama dan paling mendasar adalah mengabaikan diagnosis ADHD anak dan menganggap semua perilaku anak sebagai bentuk kenakalan atau ketidakpatuhan yang disengaja. Penting untuk dipahami bahwa ADHD bukanlah sekadar masalah perilaku, melainkan gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi kemampuan anak dalam mengatur perhatian, impuls, dan aktivitas.

Baca Juga  Pick Me Syndrome, Validasi atau Ketidakpercayaan Diri Terselubung?

Otak anak dengan ADHD berfungsi berbeda. Penelitian menunjukkan adanya perbedaan struktural dan kimiawi pada otak anak ADHD, terutama di area prefrontal cortex yang bertanggung jawab atas fungsi eksekutif seperti perencanaan, organisasi, dan kontrol diri. Oleh karena itu, ketika seorang anak ADHD tampak “tidak mendengarkan”, “tidak fokus”, atau “tidak bisa diam”, ini bukanlah bentuk pembangkangan yang disengaja, melainkan manifestasi dari kondisi ADHD yang mereka alami.

Menganggap perilaku anak ADHD sebagai kenakalan semata akan mendorong orang tua untuk menggunakan pendekatan yang punitif dan represif. Hukuman, omelan, atau kekerasan fisik mungkin diterapkan dengan harapan anak akan “jera” dan mengubah perilakunya. Padahal, pendekatan ini justru kontraproduktif. Anak ADHD mungkin akan merasa semakin tertekan, tidak berdaya, dan tidak dipahami. Hubungan dengan orang tua pun menjadi renggang, dan anak berpotensi mengembangkan masalah emosional dan perilaku yang lebih kompleks di kemudian hari.

Baca Juga  Puasa Tetap Produktif! Begini Trik Anti Ngantuk yang Jarang Diketahui

Solusinya: Edukasi diri tentang ADHD. Pelajari karakteristik, gejala, dan dampak ADHD pada anak. Konsultasikan dengan profesional seperti psikolog anak atau psikiater untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan penanganan yang tepat. Dengan memahami kondisi ADHD anak, orang tua akan lebih berempati dan mampu merespons perilaku anak dengan cara yang lebih konstruktif.

2. Terlalu Fokus pada Kekurangan dan Mengabaikan Kekuatan Anak ADHD

Anak ADHD seringkali distigmatisasi karena perilaku mereka yang dianggap “bermasalah”. Label seperti “nakal”, “pemalas”, “tidak disiplin”, atau “bodoh” kerap kali dilabelkan pada anak ADHD, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibatnya, orang tua cenderung fokus pada kekurangan dan masalah yang ditimbulkan anak, dan mengabaikan potensi dan kekuatan yang mereka miliki.

Padahal, anak ADHD juga memiliki banyak kekuatan dan bakat yang luar biasa. Mereka seringkali sangat kreatif, imajinatif, energik, spontan, dan memiliki daya juang yang tinggi. Dalam bidang-bidang yang menarik minat mereka, anak ADHD justru dapat menunjukkan performa yang luar biasa dan bahkan melebihi anak-anak lain.

Baca Juga  5 Kesalahan Pola Asuh Ini Bisa Merusak Mental Anak

Terlalu fokus pada kekurangan anak akan membuat anak merasa tidak berharga, tidak kompeten, dan kehilangan motivasi untuk berkembang. Anak menjadi minder, rendah diri, dan merasa tidak dicintai. Potensi dan bakat yang mereka miliki pun menjadi terpendam dan tidak berkembang secara optimal.

Solusinya: Kenali dan fokus pada kekuatan anak. Identifikasi minat dan bakat anak, dan berikan dukungan serta kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut. Berikan apresiasi dan pujian atas setiap pencapaian anak, sekecil apapun. Bangun rasa percaya diri anak dan bantu mereka melihat diri mereka sebagai individu yang berharga dan memiliki potensi yang besar. Misalnya, jika anak menunjukkan minat pada seni, fasilitasi dengan kelas melukis atau alat-alat menggambar. Jika anak memiliki energi yang besar, arahkan pada kegiatan olahraga yang mereka sukai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *