2. Pola Menghindari Kedekatan (Avoidant Attachment)
Sebagai mekanisme pertahanan diri, beberapa individu yang mengalami trauma masa kecil mengembangkan pola menghindari kedekatan. Mereka belajar untuk menekan kebutuhan emosional dan menjaga jarak dari orang lain. Dalam hubungan dewasa, pola ini bisa termanifestasi sebagai kesulitan dalam mengungkapkan emosi, menghindari komitmen jangka panjang, atau merasa tidak nyaman dengan keintiman emosional. Mereka mungkin tampak mandiri dan tidak membutuhkan orang lain, padahal sebenarnya mereka takut terluka jika terlalu dekat.
3. Pola Hubungan Ambivalen atau Cemas (Anxious Attachment)
Sebaliknya, beberapa orang yang mengalami trauma masa kecil mengembangkan pola hubungan yang ambivalen atau cemas. Mereka sangat mendambakan kedekatan dan validasi dari orang lain, namun pada saat yang sama takut ditolak atau ditinggalkan. Dalam hubungan dewasa, pola ini bisa terlihat sebagai kecemasan berlebihan dalam hubungan, kebutuhan konfirmasi yang terus-menerus, rasa cemburu yang intens, atau perilaku ‘clingy’ dan posesif. Mereka mungkin terjebak dalam siklus mencariValidasi namun takut kehilangan, sehingga hubungan menjadi tidak stabil dan penuh drama.
4. Kecenderungan Memilih Pasangan yang Tidak Sehat atau Toxic
Tanpa disadari, individu yang mengalami trauma masa kecil mungkin memiliki kecenderungan untuk tertarik pada pasangan yang tidak sehat atau toxic. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan. Pertama, mereka mungkin menginternalisasi pola hubungan yang tidak sehat sebagai sesuatu yang ‘normal’ atau familiar. Kedua, mereka mungkin memiliki ‘savior complex’ atau merasa memiliki tanggung jawab untuk ‘memperbaiki’ orang lain, sebagai cara untuk mengatasi rasa tidak berdaya dari masa kecil. Ketiga, mereka mungkin tanpa sadar mencari validasi dari pasangan yang toxic karena mereka menganggap diri mereka tidak layak mendapatkan cinta yang sehat.
5. Kesulitan Mengelola Emosi dan Konflik
Trauma masa kecil dapat mengganggu perkembangan regulasi emosi. Individu yang mengalami trauma mungkin kesulitan mengidentifikasi, mengungkapkan, dan mengelola emosi mereka dengan sehat. Akibatnya, mereka mungkin rentan terhadap ledakan emosi yang intens, kesulitan menenangkan diri saat stres, atau menggunakan mekanisme koping yang tidak sehat seperti menghindari konflik sama sekali atau justru menjadi terlalu agresif saat konflik muncul. Dalam hubungan dewasa, kesulitan ini dapat menyebabkan miskomunikasi, pertengkaran yang berulang, dan kesulitan menyelesaikan masalah secara konstruktif.
Jalan Penyembuhan: Memutus Rantai Trauma dan Membangun Hubungan yang Sehat
Meskipun dampak trauma masa kecil bisa terasa berat, penting untuk diingat bahwa penyembuhan dan perubahan pola hubungan adalah mungkin. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk memutus rantai trauma dan membangun hubungan yang lebih sehat di usia dewasa:
1. Mengenali dan Menerima Dampak Trauma
Langkah pertama adalah mengenali dan menerima bahwa pengalaman masa kecil telah memengaruhi pola hubungan Anda saat ini. Akui adanya ‘luka tak terlihat’ tersebut dan validasi perasaan Anda. Memahami akar masalah adalah kunci untuk memulai proses penyembuhan.
2. Mencari Dukungan Profesional
Terapis atau konselor yang membantu dalam trauma dapat memberikan bantuan yang sangat berharga. Terapi dapat membantu Anda memproses pengalaman traumatis, mengembangkan mekanisme koping yang lebih sehat, dan mengubah pola hubungan yang tidak adaptif. Jenis terapi seperti EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) atau terapi berbasis attachment terbukti efektif dalam mengatasi trauma masa kecil.