data-sourcepos=”5:1-5:423″>perisainews.com – Fenomena “Pick Me” telah menjadi perbincangan hangat di berbagai platform media sosial. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan perilaku seseorang yang berusaha mendapatkan validasi atau perhatian dengan merendahkan diri sendiri atau kelompoknya. Namun, apakah perilaku ini sekadar bentuk mencari perhatian yang tidak berbahaya, atau justru merupakan indikasi masalah yang lebih dalam? Mari kita telaah lebih lanjut.
Mengenal Fenomena “Pick Me”: Lebih dari Sekadar Cari Perhatian
Dalam era media sosial yang serba cepat ini, istilah “Pick Me” seringkali berseliweran, terutama di kalangan generasi muda. Secara sederhana, “Pick Me” adalah label yang diberikan kepada individu yang menunjukkan perilaku tertentu dengan tujuan utama mendapatkan validasi atau pengakuan dari orang lain, khususnya dari kelompok yang mereka targetkan. Perilaku ini seringkali ditandai dengan upaya merendahkan diri sendiri, minat, atau bahkan kelompoknya sendiri, dengan harapan bisa terlihat berbeda dan lebih menarik di mata orang lain.
Sebagai contoh, seorang wanita yang mengatakan bahwa ia tidak suka berdandan atau memakai makeup seperti wanita lain, dengan tujuan mendapatkan pujian bahwa ia “alami” dan berbeda. Atau seorang pria yang meremehkan hobi atau minat pria lain, dengan harapan dianggap lebih “unik” dan menarik.
Namun, penting untuk kita pahami bahwa fenomena “Pick Me” ini tidak sesederhana perilaku mencari perhatian biasa. Di baliknya, terdapat dinamika psikologis dan sosial yang kompleks yang perlu kita pahami lebih dalam.
Mengapa Perilaku “Pick Me” Muncul? Faktor Pendorong di Baliknya
Munculnya perilaku “Pick Me” tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada berbagai faktor pendorong yang melatarbelakanginya, baik dari sisi individu maupun lingkungan sosial. Beberapa faktor kunci yang perlu kita perhatikan adalah:
Kebutuhan Validasi yang Tinggi
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar untuk merasa diterima, dihargai, dan diakui keberadaannya. Dalam psikologi, kebutuhan ini dikenal sebagai kebutuhan validasi. Pada individu dengan perilaku “Pick Me”, kebutuhan validasi ini cenderung sangat tinggi dan mendominasi. Mereka merasa perlu terus-menerus mendapatkan pengakuan dari orang lain untuk merasa berharga dan percaya diri.
Kondisi ini bisa berakar dari berbagai pengalaman masa lalu, seperti kurangnya perhatian atau kasih sayang di masa kecil, pengalaman penolakan sosial, atau trauma emosional. Akibatnya, mereka mengembangkan strategi untuk mendapatkan validasi dengan cara apapun, termasuk melalui perilaku “Pick Me”.
Tekanan Sosial dan Standar Ganda
Lingkungan sosial, terutama media sosial, memainkan peran besar dalam memicu perilaku “Pick Me”. Standar kecantikan dan keberhasilan yang tidak realistis seringkali dipromosikan, menciptakan tekanan bagi individu untuk selalu tampil sempurna dan berbeda.
Selain itu, standar ganda seringkali diterapkan pada kelompok gender tertentu. Misalnya, wanita seringkali diharapkan untuk feminin, lemah lembut, dan menghindari minat pada hal-hal yang dianggap “maskulin”. Akibatnya, beberapa wanita mungkin merasa perlu untuk merendahkan wanita lain yang dianggap terlalu “feminin” agar bisa diterima di lingkungan yang lebih menghargai sifat “maskulin”. Begitu pula sebaliknya, pada pria.
Kurangnya Kepercayaan Diri dan Identitas Diri yang Kuat
Perilaku “Pick Me” juga seringkali muncul dari kurangnya kepercayaan diri dan identitas diri yang kuat. Individu yang tidak yakin dengan nilai diri mereka sendiri cenderung mencari validasi dari luar untuk mengkompensasi kekurangan tersebut. Mereka mungkin merasa perlu untuk menonjolkan diri dengan cara merendahkan orang lain atau kelompok lain, karena mereka tidak yakin dengan kemampuan mereka untuk dihargai apa adanya.
Identitas diri yang lemah juga membuat individu rentan terhadap tekanan sosial dan tren yang berubah-ubah. Mereka mudah terombang-ambing oleh opini orang lain dan merasa perlu untuk selalu menyesuaikan diri agar diterima.