KeluargaParenting

Orang Tua Wajib Tahu! 9 Aturan Lama yang Justru Merugikan Anak!

×

Orang Tua Wajib Tahu! 9 Aturan Lama yang Justru Merugikan Anak!

Sebarkan artikel ini
Orang Tua Wajib Tahu! 9 Aturan Lama yang Justru Merugikan Anak!
Orang Tua Wajib Tahu! 9 Aturan Lama yang Justru Merugikan Anak! (www.freepik.com)

Mengapa Ini Tidak Relevan?

Hukuman fisik dan verbal justru bisa menimbulkan dampak negatif jangka panjang pada perkembangan anak. Anak mungkin memang menjadi patuh karena takut, tapi kepatuhan ini tidak datang dari pemahaman internal, melainkan dari rasa takut dan cemas. Hukuman keras juga bisa merusak hubungan orang tua dan anak, menurunkan kepercayaan diri anak, dan bahkan memicu masalah perilaku di kemudian hari.

Pendekatan yang Lebih Baik: Disiplin Positif dan Konsisten

Disiplin positif berfokus pada mengajarkan anak perilaku yang tepat dengan cara yang penuh kasih sayang dan pengertian. Alih-alih menghukum, fokuslah pada memberikan konsekuensi logis yang relevan dengan kesalahan yang anak perbuat. Misalnya, jika anak membuang mainan sembarangan, konsekuensinya adalah mereka harus merapikannya sendiri. Selain itu, konsistensi juga penting. Buat aturan yang jelas dan terapkan secara konsisten agar anak tahu batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

4. “Biarkan Saja Anak Menangis, Nanti Juga Diam Sendiri”

data-sourcepos=”47:1-47:209″>Dulu, banyak yang percaya bahwa membiarkan anak menangis akan membuat mereka lebih kuat dan mandiri. Menghibur anak yang menangis dianggap sebagai bentuk pemanjaan atau akan membuat anak semakin menjadi-jadi.

Mengapa Ini Tidak Relevan?

Menangis adalah cara anak berkomunikasi, terutama saat mereka masih kecil dan belum bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata. Mengabaikan tangisan anak sama dengan mengabaikan kebutuhan emosional mereka. Anak yang seringkali diabaikan saat menangis bisa merasa tidak aman, tidak dicintai, dan belajar untuk menekan emosi mereka.

Pendekatan yang Lebih Baik: Menenangkan dan Memvalidasi Perasaan Anak

Saat anak menangis, cobalah untuk mendekat, menenangkan, dan mencari tahu apa yang membuat mereka menangis. Validasi perasaan mereka dengan mengatakan, “Mama/Papa tahu kamu sedih/kecewa/marah.” Bantu mereka menamai dan memahami emosi yang mereka rasakan. Setelah anak merasa tenang, ajak mereka mencari solusi atau cara untuk mengatasi masalah yang membuat mereka menangis.

Baca Juga  Memahami Psikologi Anak Pemarah dan Bagaimana Mengatasinya

5. “Jangan Terlalu Banyak Bermain, Harus Lebih Serius Belajar”

Belajar seringkali dianggap sebagai satu-satunya aktivitas penting bagi anak, sementara bermain dianggap sebagai kegiatan yang kurang produktif atau bahkan membuang-buang waktu. Dulu, anak yang terlalu banyak bermain mungkin dianggap kurang fokus atau kurang rajin belajar.

Mengapa Ini Tidak Relevan?

Bermain adalah bagian penting dari perkembangan anak. Melalui bermain, anak belajar banyak hal, mulai dari mengembangkan keterampilan sosial, emosional, kognitif, hingga fisik. Bermain juga membantu anak mengeksplorasi dunia, mengembangkan kreativitas, dan mengatasi stres. Justru, anak yang kurang bermain bisa mengalami hambatan dalam perkembangan mereka.

Pendekatan yang Lebih Baik: Seimbangkan Belajar dan Bermain

Pastikan anak memiliki cukup waktu untuk bermain setiap hari. Beri mereka kesempatan untuk bermain bebas, baik sendiri maupun bersama teman-teman. Dukung minat dan bakat mereka melalui kegiatan bermain yang positif. Ingatlah bahwa bermain bukan hanya tentang kesenangan, tapi juga tentang belajar dan berkembang.

Baca Juga  Dilema Orang Tua: Mengapa Remaja Menutup Diri dan Cara Membuka Hatinya

6. “Anak Laki-Laki Tidak Boleh Cengeng, Harus Kuat dan Tegar”

Stereotip gender seringkali membatasi ekspresi emosi anak laki-laki. Anak laki-laki yang menangis atau menunjukkan emosi dianggap lemah atau tidak maskulin. Pesan “anak laki-laki tidak boleh cengeng” seringkali tertanam kuat dalam budaya kita.

Mengapa Ini Tidak Relevan?

Menekan emosi justru bisa berbahaya bagi kesehatan mental anak laki-laki. Anak laki-laki juga memiliki emosi, dan mereka berhak untuk mengekspresikannya dengan cara yang sehat. Memendam emosi bisa menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi di kemudian hari. Selain itu, stereotip gender juga bisa membatasi pilihan dan potensi anak laki-laki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *