Gaya HidupPendidikan

Anak Sekolah Dulu Lebih Bebas? Ini Bukti Nyatanya!

×

Anak Sekolah Dulu Lebih Bebas? Ini Bukti Nyatanya!

Sebarkan artikel ini
Anak Sekolah Dulu Lebih Bebas? Ini Bukti Nyatanya!
Anak Sekolah Dulu Lebih Bebas? Ini Bukti Nyatanya! (www.freepik.com)

4. Ekspresi Diri Melalui Gaya Rambut dan Pakaian: Seragam dan Aturan yang Mengikat

Masa sekolah adalah saatnya anak-anak mulai bereksperimen dengan penampilan. Gaya rambut gondrong, mewarnai rambut, atau memakai aksesoris unik, menjadi cara bagi mereka untuk mengekspresikan diri dan mencari jati diri. Dulu, sekolah tidak terlalu mempermasalahkan hal ini, asalkan masih dalam batas wajar dan tidak mengganggu kegiatan belajar.

Namun, kini aturan berpakaian dan gaya rambut di sekolah semakin ketat. Seragam sekolah menjadi ‘wajib’ dengan model dan warna yang seragam pula. Gaya rambut pun diatur sedemikian rupa, tidak boleh gondrong, tidak boleh diwarnai, dan harus tertata rapi. Sekolah beranggapan bahwa aturan yang ketat dapat menciptakan disiplin dan keseragaman di kalangan siswa. Padahal, ekspresi diri yang kreatif juga merupakan bagian penting dari perkembangan anak.

5. Membolos dan Terlambat: Konsekuensi yang Semakin Berat

Siapa yang tidak pernah membolos atau terlambat sekolah? Dulu, membolos atau terlambat mungkin dianggap sebagai kenakalan remaja yang biasa. Konsekuensinya pun tidak terlalu berat, mungkin hanya sekadar hukuman fisik ringan atau teguran dari guru. Namun, kini aturan mengenai kehadiran siswa di sekolah semakin diperketat.

Membolos atau terlambat dianggap sebagai pelanggaran serius yang dapat mempengaruhi nilai akademik dan catatan perilaku siswa. Konsekuensi yang diberikan pun semakin berat, mulai dari surat peringatan, panggilan orang tua, hingga sanksi skorsing atau bahkan dikeluarkan dari sekolah. Sekolah beranggapan bahwa kedisiplinan dalam kehadiran adalah kunci keberhasilan siswa dalam belajar. Padahal, terkadang ada alasan di balik ketidakhadiran atau keterlambatan siswa yang perlu dipahami secara lebih bijak.

Baca Juga  Kuliah Mahal, Gaji Kecil? Jangan Sampai Menyesal!

6. Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Kelas: Ruang Diskusi yang Semakin Dibatasi

Dulu, ruang kelas adalah tempat yang bebas untuk berdiskusi, bertanya, dan menyampaikan pendapat. Guru pun mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran, tanpa takut salah atau dihakimi. Namun, kurikulum pendidikan yang semakin padat dan target pembelajaran yang tinggi, membuat ruang diskusi di kelas semakin terbatas.

Kini, pembelajaran di kelas lebih sering didominasi oleh metode ceramah dan penugasan. Siswa lebih banyak ‘menerima’ informasi dari guru, daripada ‘mencari tahu’ dan ‘berdiskusi’ secara aktif. Kebebasan berpendapat dan berekspresi di kelas pun semakin dibatasi, demi mengejar target kurikulum dan mempersiapkan siswa menghadapi ujian. Padahal, kemampuan berpikir kritis, berargumentasi, dan berkolaborasi, justru lebih penting untuk bekal masa depan siswa.

Baca Juga  Nomaden vs. Stabil: Mana yang Sebenarnya Lebih Membahagiakan?

7. Buku Teks dan Catatan Manual: Era Digital yang Menggantikan Tradisi

Dulu, buku teks dan catatan manual adalah ‘senjata utama’ siswa dalam belajar. Buku teks menjadi sumber utama informasi, sementara catatan manual menjadi cara untuk mencerna dan mengingat materi pelajaran. Namun, era digital mengubah lanskap pendidikan secaraFundamental. Buku teks digital (e-book) dan aplikasi catatan digital semakin populer dan menggantikan tradisi penggunaan buku teks dan catatan manual.

Kini, sekolah semakin mendorong penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran. Buku teks digital dianggap lebih praktis, efisien, dan ramah lingkungan. Aplikasi catatan digital pun menawarkan fitur yang lebih canggih dan interaktif. Meskipun teknologi digital menawarkan banyak kemudahan, namun sebagian siswa tetap merindukan ‘kehangatan’ buku teks fisik dan ‘sentuhan personal’ catatan manual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *