8. Kurang Romantis dan Intim: Membiarkan Api Cinta Meredup Perlahan
Romantisme dan keintiman adalah bumbu dalam pernikahan. Tanpa romantisme dan keintiman, pernikahan akan terasa hambar, membosankan, dan kehilangan gairah. Romantisme tidak harus selalu berarti makan malam mewah atau liburan romantis ke luar negeri. Hal-hal sederhana seperti memberikan kejutan kecil, menulis surat cinta, atau sekadar berpegangan tangan saat berjalan-jalan juga bisa menciptakan romantisme dalam pernikahan.
Intimasi tidak hanya sebatas hubungan seksual. Intimasi juga mencakup keintiman emosional, intelektual, dan spiritual. Keintiman emosional terwujud saat pasangan bisa saling terbuka, jujur, dan berbagi perasaan terdalam. Keintiman intelektual terwujud saat pasangan bisa saling bertukar pikiran, berdiskusi, dan belajar bersama. Keintiman spiritual terwujud saat pasangan memiliki nilai-nilai spiritual yang sama dan saling mendukung dalam perjalanan spiritual masing-masing.
Penyesalan karena kurang romantis dan intim seringkali menghantui mantan pasangan setelah bercerai. Mereka baru menyadari, betapa pentingnya menjaga api cinta tetap menyala dalam pernikahan. Mereka merindukan saat-saat bisa merasa dekat, mesra, dan terhubung secara mendalam dengan pasangan.
9. Tidak Saling Mendukung Tujuan dan Mimpi: Egoisme yang Merusak Kebersamaan
Dalam pernikahan, suami dan istri adalah tim. Mereka seharusnya saling mendukung tujuan dan mimpi masing-masing. Jika salah satu pasangan memiliki mimpi untuk meraih karir yang cemerlang, pasangan lainnya seharusnya memberikan dukungan penuh, bukan malah menghalangi atau meremehkan. Jika salah satu pasangan memiliki tujuan untuk mengembangkan diri, pasangan lainnya seharusnya memberikan motivasi dan semangat, bukan malah mengkritik atau mencibir.
Egoisme adalah racun dalam pernikahan. Jika masing-masing pasangan hanya fokus pada kepentingan diri sendiri, tanpa mempedulikan kepentingan pasangan, maka kebersamaan akan sulit terwujud. Pernikahan akan terasa seperti medan pertempuran, bukan lagi tempat untuk saling berbagi dan bertumbuh bersama.
Penyesalan karena tidak saling mendukung tujuan dan mimpi seringkali dirasakan mantan pasangan setelah bercerai. Mereka baru menyadari, betapa pentingnya memiliki visi yang sama dalam pernikahan. Mereka merindukan saat-saat bisa saling menginspirasi, memotivasi, dan merayakan keberhasilan bersama.
10. Gampang Menyerah dan Tidak Mau Berjuang: Kurangnya Komitmen untuk Mempertahankan Pernikahan
Pernikahan tidak selalu berjalan mulus. Akan ada masa-masa sulit, tantangan, dan cobaan yang menerpa. Dalam masa-masa sulit tersebut, komitmen untuk mempertahankan pernikahan akan diuji. Pasangan yang memiliki komitmen kuat akan berusaha sekuat tenaga untuk mengatasi masalah bersama, mencari solusi, dan tidak menyerah begitu saja.
Sebaliknya, pasangan yang mudah menyerah akan cenderung lari dari masalah, mencari jalan pintas, atau bahkan memilih untuk bercerai saat menghadapi kesulitan. Mereka mungkin berpikir bahwa perceraian adalah solusi terbaik untuk mengakhiri penderitaan, padahal sebenarnya mereka hanya menghindari masalah yang seharusnya bisa diselesaikan bersama.
Penyesalan karena gampang menyerah dan tidak mau berjuang seringkali menghantui mantan pasangan setelah bercerai. Mereka baru menyadari, betapa pentingnya memiliki komitmen yang kuat dalam pernikahan. Mereka merindukan saat-saat bisa berjuang bersama, melewati badai kehidupan, dan mencapai kebahagiaan yang hakiki.
11. Tidak Pernah Meminta Maaf dan Memaafkan: Memelihara Dendam dan Luka Batin
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Dalam pernikahan, kesalahan adalah hal yang tak terhindarkan. Namun, yang terpenting adalah bagaimana pasangan merespons kesalahan tersebut. Pasangan yang bijaksana akan mengakui kesalahan, meminta maaf dengan tulus, dan berusaha memperbaiki diri. Pasangan yang pemaaf akan menerima permintaan maaf pasangan, melupakan kesalahan yang lalu, dan tidak mengungkit-ungkitnya lagi di kemudian hari.
Sebaliknya, pasangan yang keras kepala dan egois akan sulit meminta maaf, bahkan cenderung menyalahkan pasangan atas kesalahan yang diperbuatnya. Pasangan yang pendendam akan sulit memaafkan kesalahan pasangan, memelihara dendam dalam hati, dan selalu mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu.
Tidak pernah meminta maaf dan memaafkan adalah kesalahan fatal yang bisa merusak hubungan pernikahan. Dendam dan luka batin yang dipelihara akan menjadi racun yang menggerogoti keharmonisan pernikahan dan menciptakan jarak emosional yang semakin lebar.
Penyesalan karena tidak pernah meminta maaf dan memaafkan seringkali dirasakan mantan pasangan setelah bercerai. Mereka baru menyadari, betapa pentingnya kerendahan hati untuk mengakui kesalahan dan kebesaran jiwa untuk memaafkan. Mereka merindukan saat-saat bisa merasa damai, tenang, dan bebas dari beban masa lalu.