perisainews.com – Generasi Z, atau yang sering kita kenal sebagai Gen Z, tumbuh dalam era digital dan informasi yang serba cepat. Mereka memiliki pandangan yang unik terhadap banyak hal, termasuk bahasa dan ungkapan yang digunakan sehari-hari. Beberapa ungkapan yang dulu dianggap biasa saja, kini justru dianggap kontroversial atau bahkan menyinggung bagi generasi ini. Kok bisa ya? Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Pergeseran Nilai dan Sensitivitas Generasi Z
Gen Z tumbuh di tengah isu-isu sosial global yang semakin kompleks, mulai dari perubahan iklim, kesetaraan gender, kesehatan mental, hingga keadilan rasial. Isu-isu ini membentuk cara pandang mereka terhadap dunia dan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Mereka cenderung lebih peka terhadap isu-isu tersebut dan lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata.
Selain itu, keterbukaan informasi di era digital juga memainkan peran penting. Gen Z memiliki akses tak terbatas ke berbagai perspektif dan informasi dari seluruh dunia. Hal ini membuat mereka lebih sadar akan dampak dari setiap ucapan dan tindakan, serta lebih kritis terhadap norma-norma sosial yang ada.
13 Ungkapan Kontroversial di Mata Gen Z
data-sourcepos=”15:1-15:137″>Nah, berikut adalah 13 ungkapan yang dulunya mungkin sering kita dengar atau bahkan gunakan, tapi kini dianggap kontroversial oleh Gen Z:
-
“Jangan jadi seperti perempuan!”
- Ungkapan ini sering digunakan untuk meremehkan atau mengejek laki-laki yang dianggap lemah atau emosional. Gen Z menganggap ungkapan ini seksis dan merendahkan perempuan, serta mempromosikan stereotip gender yang berbahaya. Dalam pandangan mereka, semua orang, tanpa memandang gender, berhak untuk mengekspresikan emosi dan menjadi diri mereka sendiri.
-
“Laki-laki kok cengeng!”
- Hampir mirip dengan poin sebelumnya, ungkapan ini juga termasuk toxic masculinity. Gen Z percaya bahwa laki-laki juga manusia yang memiliki perasaan dan berhak untuk menangis atau merasa sedih tanpa dicap lemah. Ungkapan ini dianggap membatasi ekspresi emosi laki-laki dan dapat berdampak buruk pada kesehatan mental mereka.
-
“Kamu terlalu sensitif!”
- Ungkapan ini sering digunakan untuk meremehkan perasaan seseorang. Padahal, setiap orang memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda, dan perasaan itu valid. Gen Z sangat menjunjung tinggi validasi perasaan dan menganggap ungkapan ini tidak empatik dan meremehkan kesehatan mental.
-
“Kurang bersyukur!”
- Mengatakan ini kepada seseorang yang sedang mengalami kesulitan atau merasa tidak bahagia dianggap tidak peka dan justru menyalahkan mereka atas perasaan yang dialami. Gen Z percaya bahwa setiap orang memiliki perjuangannya masing-masing, dan membandingkan penderitaan tidaklah membantu. Empati dan dukungan justru lebih dibutuhkan daripada menyuruh orang untuk “bersyukur”.
-
“Kerja keras pangkal kaya.”
- Meskipun terdengar seperti motivasi, ungkapan ini dianggap menyesatkan oleh Gen Z. Mereka melihat banyak contoh orang yang sudah bekerja keras tapi tetap kesulitan secara finansial akibat sistem ekonomi yang tidak adil. Bagi mereka, kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh kerja keras, tapi juga faktor lain seperti privilege, koneksi, dan keberuntungan. Ungkapan ini dianggap menyederhanakan masalah kompleks dan mengabaikan ketidaksetaraan sosial.
-
“Anak kecil tahu apa.”
- Ungkapan ini merendahkan kemampuan anak muda dan menganggap mereka tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman yang cukup untuk memberikan pendapat. Gen Z tidak setuju dengan pandangan ini. Mereka percaya bahwa usia bukanlah batasan untuk memiliki ide atau pandangan yang berharga. Justru, anak muda seringkali memiliki perspektif segar dan inovatif yang penting untuk didengarkan.
-
“Pengalaman lebih penting dari pendidikan.”
- Pendidikan tetap dianggap penting oleh Gen Z, meskipun mereka juga menyadari bahwa pengalaman практик juga sangat berharga. Namun, meremehkan pendidikan формальное dianggap kurang tepat. Gen Z melihat pendidikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas diri dan membuka peluang yang lebih luas. Menganggap pengalaman selalu lebih penting dari pendidikan dianggap merendahkan nilai института pendidikan.
-
“Kamu gendutan/kurusan.”