data-sourcepos=”5:1-5:462″>perisainews.com – Musim hujan seringkali dianggap sebagai musim yang membawa berkah, menyuburkan tanaman, dan membersihkan polusi udara. Namun, di balik semua kebaikan itu, musim hujan juga identik dengan datangnya penyakit, salah satunya adalah pilek. Pilek lebih sering di musim hujan bukanlah sekadar mitos, melainkan sebuah fakta yang didukung oleh berbagai penjelasan ilmiah. Apakah Anda pernah bertanya-tanya mengapa fenomena ini terjadi? Mari kita telaah lebih dalam!
Fenomena Pilek Musim Hujan: Lebih dari Sekadar Perasaan
Bukan hanya perasaan Anda saja jika pilek seolah menjadi “teman setia” saat musim hujan tiba. Data dan statistik menunjukkan bahwa kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), termasuk pilek, memang cenderung meningkat saat curah hujan tinggi. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan kunjungan pasien ke fasilitas kesehatan dengan keluhan pilek dan gejala serupa lainnya. Meskipun data spesifik tentang peningkatan persentase pilek di musim hujan mungkin bervariasi tergantung wilayah dan tahun, tren umumnya menunjukkan pola yang sama: musim hujan dan peningkatan kasus pilek berjalan beriringan.
Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan fenomena ini terjadi? Apakah hanya karena kita kehujanan lalu langsung pilek? Tentu saja tidak sesederhana itu. Ada serangkaian faktor kompleks yang saling berkaitan, yang membuat virus penyebab pilek lebih mudah menyebar dan menginfeksi tubuh kita di musim hujan. Mari kita bedah satu per satu penjelasan ilmiah di balik peningkatan kasus pilek saat musim hujan.
Penjelasan Ilmiah Mengapa Pilek Meningkat di Musim Hujan
Ada beberapa faktor utama yang menjelaskan mengapa pilek lebih sering terjadi di musim hujan, dan semuanya berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan dan respons tubuh kita terhadap perubahan tersebut.
1. Virus Lebih Aktif dan Bertahan Lebih Lama di Udara Dingin dan Lembap
Penyebab utama pilek adalah virus, terutama rhinovirus. Virus ini ternyata lebih menyukai kondisi udara dingin dan lembap, yang merupakan ciri khas musim hujan. Dalam kondisi suhu rendah, lapisan luar virus menjadi lebih stabil dan kuat, sehingga virus dapat bertahan lebih lama di udara dan lebih mudah menular dari satu orang ke orang lain.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Virology menunjukkan bahwa rhinovirus bereplikasi lebih efisien pada suhu 33-35 derajat Celsius, suhu yang lebih rendah dari suhu inti tubuh manusia (sekitar 37 derajat Celsius). Suhu yang lebih dingin ini terutama ditemukan di rongga hidung, tempat utama virus pilek menginfeksi.
Selain itu, udara lembap musim hujan juga mendukung penyebaran virus. Partikel air di udara lembap dapat membawa virus dan membuatnya bertahan lebih lama di udara. Ketika seseorang batuk atau bersin, virus yang terperangkap dalam droplet (percikan air liur) dapat melayang lebih lama dan menjangkau orang lain dengan lebih mudah di udara yang lembap.
2. Sistem Imun Tubuh yang Mungkin Sedikit Melemah
Musim hujan seringkali diasosiasikan dengan kurangnya paparan sinar matahari. Sinar matahari adalah sumber utama vitamin D alami bagi tubuh kita. Vitamin D memiliki peran penting dalam menjaga sistem kekebalan tubuh agar tetap optimal. Kekurangan vitamin D dapat membuat sistem imun menjadi sedikit melemah, sehingga tubuh lebih rentan terhadap infeksi virus, termasuk virus pilek.
Selain itu, perubahan cuaca yang ekstrem dan fluktuatif di musim hujan juga bisa menjadi tekanan bagi tubuh. Tubuh perlu beradaptasi dengan perubahan suhu dan kelembapan yang seringkali terjadi secara tiba-tiba. Proses adaptasi ini dapat sedikit membebani sistem imun dan membuatnya kurang responsif dalam melawan serangan virus.
Namun, perlu diingat bahwa melemahnya sistem imun di musim hujan ini biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada orang sehat dengan gizi yang baik. Kondisi ini lebih berpengaruh pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, atau orang dengan penyakit kronis.