Kesehatan MentalParenting

5 Kesalahan Pola Asuh Ini Bisa Merusak Mental Anak

×

5 Kesalahan Pola Asuh Ini Bisa Merusak Mental Anak

Sebarkan artikel ini
5 Kesalahan Pola Asuh Ini Bisa Merusak Mental Anak
5 Kesalahan Pola Asuh Ini Bisa Merusak Mental Anak (www.freepik.com)

3. Pola Asuh Mengabaikan Emosi: “Jangan Cengeng”, Emosi Itu Lemah

Pola asuh yang mengabaikan emosi seringkali muncul dari ketidakmampuan atau ketidaknyamanan orang tua dalam menghadapi emosi diri sendiri maupun emosi anak. Orang tua dengan pola asuh ini cenderung meremehkan, menolak, atau bahkan menghukum anak ketika mereka menunjukkan emosi negatif seperti sedih, takut, atau marah. Frasa seperti “jangan cengeng”, “sudah, jangan marah-marah”, atau “emosi itu cuma bikin lemah” seringkali dilontarkan.

Ciri-ciri pola asuh mengabaikan emosi:

  • Meremehkan emosi: Menganggap emosi negatif anak sebagai sesuatu yang tidak penting, berlebihan, atau bahkan dibuat-buat.
  • Menolak emosi: Melarang anak untuk menunjukkan emosi negatif, memaksa mereka untuk selalu terlihat bahagia dan positif.
  • Menghukum emosi: Memberikan hukuman atau konsekuensi ketika anak menunjukkan emosi negatif, misalnya dengan mengabaikan atau memarahi anak yang menangis.
  • Tidak memberikan validasi: Gagal memberikan pengakuan dan pemahaman terhadap emosi yang dirasakan anak, misalnya dengan mengatakan “tidak ada apa-apa” atau “kamu terlalu sensitif”.
Baca Juga  5 Kebiasaan Sederhana yang Bikin Ibu Lebih Santai dan Bahagia

Dampak trauma jangka panjang:

Anak yang emosinya terus-menerus diabaikan tumbuh dengan keyakinan bahwa emosi mereka tidak penting, tidak valid, atau bahkan memalukan. Mereka kesulitan dalam mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri, yang dapat berujung pada kesulitan regulasi emosi dan masalah kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan. Penelitian dari University of Toronto menunjukkan bahwa pengabaian emosional di masa kecil berkorelasi kuat dengan peningkatan risiko gangguan kepribadian, kesulitan membangun hubungan intim, dan perilaku merusak diri di masa dewasa. Anak juga belajar untuk memendam emosi mereka, yang justru dapat memicu masalah kesehatan fisik dan mental jangka panjang.

4. Pola Asuh Terlalu Melindungi: “Semua Bahaya Ada di Luar Sana”

Kasih sayang orang tua seringkali diwujudkan dalam bentuk perlindungan. Namun, pola asuh yang terlalu melindungi atau helicopter parenting justru dapat menghambat perkembangan anak dan menimbulkan dampak negatif jangka panjang. Orang tua dengan pola asuh ini cenderung berlebihan dalam melindungi anak dari segala bentuk risiko, tantangan, atau kesulitan. Mereka selalu hadir untuk menyelesaikan masalah anak, mengambil keputusan untuk anak, dan memastikan anak selalu aman dan nyaman, bahkan dalam situasi yang sebenarnya wajar dan dapat dihadapi anak sendiri.

Baca Juga  Mitos vs. Realita: Kesalahpahaman Umum tentang Kesepakatan dalam Pernikahan

Ciri-ciri pola asuh terlalu melindungi:

  • Mengontrol berlebihan: Terlalu mengatur dan mengontrol setiap aspek kehidupan anak, mulai dari pertemanan, kegiatan ekstrakurikuler, hingga pilihan karir di masa depan.
  • Menghindari risiko berlebihan: Berusaha mencegah anak dari segala bentuk risiko, tantangan, atau kegagalan, bahkan risiko yang sebenarnya kecil dan dapat menjadi pembelajaran berharga.
  • Menyelesaikan masalah anak: Selalu hadir untuk menyelesaikan masalah anak, tanpa memberikan kesempatan anak untuk belajar memecahkan masalahnya sendiri.
  • Kurang kepercayaan: Kurang percaya pada kemampuan anak untuk mandiri dan mengatasi masalah, sehingga selalu merasa perlu untuk turun tangan.

Dampak trauma jangka panjang:

Pola asuh terlalu melindungi dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak mandiri, kurang percaya diri, dan kesulitan menghadapi tantangan hidup. Mereka terbiasa mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan masalah dan menghindari risiko, sehingga kurang berkembang kemampuan adaptasi dan ketahanan mental (resiliensi). Studi dari University of Colorado Boulder menemukan bahwa mahasiswa yang dibesarkan dengan pola asuh helicopter parenting cenderung lebih rentan mengalami kecemasan, depresi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan membangun hubungan yang sehat dan setara karena terbiasa bergantung pada orang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *