4. Kurang Bijak dalam Berbelanja: Konsumsi Berlebihan dan Sampah Produk
Gaya hidup konsumtif seringkali mendorong kita untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Tren fast fashion, misalnya, membuat kita seringkali membeli pakaian baru setiap musim, padahal pakaian lama masih layak pakai. Akibatnya, limbah tekstil menumpuk dan mencemari lingkungan. Proses produksi pakaian juga membutuhkan banyak air dan energi, serta menggunakan bahan kimia berbahaya.
Selain pakaian, konsumsi berlebihan juga terjadi pada produk-produk lainnya, seperti gadget, mainan, dan perabot rumah tangga. Semakin banyak kita membeli, semakin banyak pula sampah produk yang dihasilkan.
Solusinya: Belanja dengan bijak dan sesuai kebutuhan. Prioritaskan membeli barang yang berkualitas dan tahan lama. Pertimbangkan untuk membeli barang bekas atau preloved yang masih layak pakai. Jual atau sumbangkan barang-barang yang sudah tidak digunakan namun masih berfungsi baik.
5. Penggunaan Plastik Sekali Pakai: Praktis Namun Merusak
Plastik sekali pakai seperti kantong plastik, botol minuman, sedotan, dan styrofoam memang praktis, namun dampaknya bagi lingkungan sangat buruk. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, plastik sulit terurai dan mencemari lingkungan dalam jangka panjang. Produksi plastik juga membutuhkan bahan bakar fosil dan menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Setiap tahun, jutaan ton sampah plastik berakhir di lautan, membahayakan kehidupan laut dan bahkan masuk ke rantai makanan manusia melalui konsumsi ikan yang terkontaminasi mikroplastik.
Solusinya: Kurangi penggunaan plastik sekali pakai. Bawa tas belanja kain sendiri saat berbelanja, gunakan botol minum dan tempat makan reusable, tolak penggunaan sedotan plastik, dan pilih produk dengan kemasan yang ramah lingkungan.
6. Mengabaikan Transportasi Publik dan Berjalan Kaki: Polusi Udara dan Kemacetan
Penggunaan kendaraan pribadi, terutama mobil, semakin meningkat di perkotaan. Akibatnya, polusi udara dan kemacetan menjadi masalah sehari-hari. Asap kendaraan bermotor mengandung berbagai zat berbahaya seperti karbon monoksida, nitrogen oksida, dan partikel debu halus yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan penyakit lainnya.
Selain itu, kemacetan juga memboroskan bahan bakar dan waktu, serta meningkatkan stres. Padahal, transportasi publik dan berjalan kaki merupakan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sehat.
Solusinya: Gunakan transportasi publik seperti bus, kereta api, atau commuter line jika memungkinkan. Pertimbangkan untuk berjalan kaki atau bersepeda untuk jarak dekat. Jika terpaksa menggunakan kendaraan pribadi, upayakan untuk berbagi kendaraan (carpooling) dengan teman atau keluarga.
7. Kurang Peduli pada Ruang Hijau: Hilangnya Paru-Paru Kota
Ruang hijau seperti taman kota, hutan kota, dan area terbuka hijau lainnya sangat penting bagi kualitas hidup di perkotaan. Ruang hijau berfungsi sebagai paru-paru kota yang menghasilkan oksigen, menyerap polusi udara, menyejukkan lingkungan, dan menjadi habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna. Namun sayangnya, ruang hijau di perkotaan semakin tergerus oleh pembangunan gedung, jalan, dan infrastruktur lainnya.
Hilangnya ruang hijau menyebabkan kualitas udara menurun, suhu kota meningkat (urban heat island), dan keanekaragaman hayati berkurang. Padahal, keberadaan ruang hijau sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Solusinya: Dukung upaya pelestarian dan pengembangan ruang hijau di kota. Tanam pohon di lingkungan rumah, ikuti kegiatan penghijauan, dan manfaatkan ruang hijau yang ada untuk beraktivitas dan bersantai. Suarakan pentingnya ruang hijau kepada pemerintah dan pengembang properti.