2. Sulit Membangun Kepercayaan pada Orang Lain
Ketika anak tumbuh dalam lingkungan yang tidak adil, mereka belajar bahwa dunia ini tidak aman dan orang-orang di sekitar mereka tidak bisa dipercaya. Pengalaman ini akan membuat mereka sulit untuk membangun hubungan yang sehat dan intim di kemudian hari. Mereka mungkin menjadi lebih curiga, menjaga jarak dari orang lain, dan takut untuk membuka diri.
Riset dari Journal of Child Psychology and Psychiatry menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami perlakuan tidak adil lebih rentan mengalami masalah kepercayaan di masa dewasa. Mereka cenderung memiliki kesulitan dalam membina hubungan romantis yang langgeng dan harmonis, serta lebih sulit untuk bekerja sama dalam tim.
3. Rentan Mengalami Kecemasan dan Depresi
Ketidakadilan yang terus-menerus dialami anak dapat menciptakan stres kronis yang berkepanjangan. Stres ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat memicu gangguan kecemasan dan depresi. Anak-anak ini mungkin merasa cemas berlebihan, mudah merasa sedih atau putus asa, dan kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya mereka sukai.
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil yang negatif, termasuk perlakuan tidak adil, merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya gangguan mental di kemudian hari. Anak-anak yang mengalami perlakuan tidak adil memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih tinggi untuk mengalami depresi atau gangguan kecemasan dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang adil dan suportif.
4. Kesulitan Mengatur Emosi
Perlakuan tidak adil dapat mengganggu perkembangan regulasi emosi anak. Mereka mungkin kesulitan untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka sendiri. Anak-anak ini cenderung lebih reaktif, mudah marah, atau justru menarik diri secara emosional. Mereka mungkin juga kesulitan untuk mengekspresikan emosi mereka secara sehat dan konstruktif.
Sebuah penelitian dari Harvard University menemukan bahwa anak-anak yang mengalami perlakuan tidak adil memiliki aktivitas yang berbeda di area otak yang bertanggung jawab untuk regulasi emosi. Perubahan ini menunjukkan bahwa pengalaman negatif di masa kecil dapat memengaruhi perkembangan otak dan kemampuan anak dalam mengelola emosi mereka.
Karakter yang Terbentuk: Bayangan dari Ketidakadilan
Perlakuan tidak adil tidak hanya meninggalkan luka psikologis, tetapi juga membentuk karakter anak dengan cara yang signifikan. Karakter yang terbentuk sebagai respons terhadap ketidakadilan seringkali merupakan mekanisme pertahanan diri, namun pada akhirnya dapat menghambat perkembangan pribadi dan sosial anak. Berikut adalah beberapa karakter yang mungkin terbentuk pada anak yang mengalami perlakuan tidak adil:
1. Kurang Empati
Ironisnya, anak yang seringkali menjadi korban ketidakadilan justru bisa tumbuh menjadi pribadi yang kurang empati. Pengalaman pahit menjadi korban mungkin membuat mereka menutup hati dan sulit untuk merasakan atau memahami perasaan orang lain. Mereka mungkin menjadi lebih fokus pada diri sendiri dan kurang peduli terhadap penderitaan orang lain.
Penelitian dari University of Michigan menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami perlakuan tidak adil cenderung memiliki tingkat empati yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang adil. Kurangnya empati ini dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam membangun hubungan yang bermakna dan berkontribusi pada masyarakat.
2. Rentan Melakukan Perilaku Tidak Adil
Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak adil juga lebih rentan untuk mengulangi pola perilaku tersebut di kemudian hari. Mereka mungkin belajar bahwa ketidakadilan adalah cara yang efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan atau untuk melindungi diri dari rasa sakit. Mereka bisa menjadi pelaku bullying, bersikap diskriminatif, atau memperlakukan orang lain dengan tidak adil.
Teori pembelajaran sosial menjelaskan bahwa anak-anak belajar perilaku dengan mengamati dan meniru orang dewasa di sekitar mereka. Jika anak terus-menerus menyaksikan atau mengalami perlakuan tidak adil, mereka mungkin menginternalisasi perilaku tersebut dan menganggapnya sebagai sesuatu yang нормальное atau bahkan diinginkan.