6. Memilih-milih Makanan (Picky Eater)
Anak yang hanya mau makan makanan tertentu dan menolak makanan lain, terutama sayuran atau makanan sehat lainnya, seringkali membuat orang tua frustrasi. “Susah sekali makan, manja!” mungkin keluhan yang sering kita dengar. Padahal, picky eating atau perilaku memilih-milih makanan adalah hal yang umum terjadi pada anak-anak, terutama di usia prasekolah.
Mengapa ini wajar? Di usia prasekolah, anak-anak sedang memasuki fase neophobia, yaitu rasa takut atau keengganan untuk mencoba makanan baru. Mereka cenderung lebih menyukai makanan yang sudah familiar dan memiliki rasa yang manis atau gurih. Selain itu, sensitivitas rasa dan tekstur pada anak-anak juga lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Tekstur makanan yang aneh atau rasa yang terlalu kuat bisa jadi membuat anak merasa tidak nyaman dan menolak makanan tersebut.
Bagaimana meresponsnya? Jangan memaksa anak untuk makan makanan yang tidak mereka sukai. Tawarkan berbagai macam makanan sehat secara bertahap dan berulang-ulang. Sajikan makanan baru bersamaan dengan makanan yang sudah familiar dan disukai anak. Buat suasana makan yang menyenangkan dan positif. Ajak anak terlibat dalam proses menyiapkan makanan, misalnya mencuci sayuran atau menata piring. Jadilah contoh yang baik dengan mengonsumsi makanan sehat di depan anak.
7. Suka Ngambek dan Marah-marah Tanpa Alasan Jelas
Anak yang tiba-tiba ngambek, marah-marah, atau tantrum tanpa alasan yang jelas seringkali membuat orang tua bingung dan kesal. “Tidak jelas maunya apa, manja sekali!” mungkin ungkapan yang sering terlintas. Namun, perlu diingat bahwa anak-anak, terutama usia balita dan prasekolah, belum memiliki kemampuan komunikasi yang matang. Ngambek atau tantrum bisa jadi merupakan cara mereka menyampaikan perasaan frustrasi, kebingungan, atau kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Mengapa ini wajar? Anak-anak belum memiliki kosakata yang cukup untuk mengungkapkan semua perasaan dan kebutuhan mereka. Mereka juga belum mampu mengidentifikasi dan mengelola emosi mereka dengan baik. Ngambek atau tantrum bisa jadi merupakan “bahasa” mereka saat merasa kewalahan, tidak nyaman, atau tidak dimengerti. Selain itu, faktor seperti kelelahan, lapar, atau perubahan rutinitas juga bisa memicu perilaku ngambek pada anak.
Bagaimana meresponsnya? Saat anak ngambek atau tantrum, tetaplah tenang dan jangan ikut terpancing emosi. Pastikan anak aman dan tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain. Biarkan anak mengeluarkan emosinya, tapi tetap dampingi mereka. Setelah anak lebih tenang, coba ajak mereka bicara tentang apa yang terjadi dan apa yang mereka rasakan. Bantu mereka mengidentifikasi dan memberi nama emosi mereka. Ajarkan cara-cara yang lebih sehat untuk mengungkapkan perasaan mereka, misalnya dengan berbicara atau menggambar.
8. Malas Bergerak dan Maunya Digendong Terus
Anak yang sudah besar tapi masih minta digendong terus, malas berjalan sendiri, atau selalu minta dibantu saat melakukan aktivitas fisik seringkali dianggap manja dan kurang aktif. Padahal, setiap anak memiliki tingkat energi dan minat yang berbeda-beda terhadap aktivitas fisik. Selain itu, permintaan untuk digendong juga bisa jadi merupakan cara anak mencari rasa aman dan kehangatan dari orang tua.
Mengapa ini wajar? Tidak semua anak memiliki темперамент yang sama. Ada anak yang secara alami lebih aktif dan senang bergerak, ada pula yang lebih tenang dan lebih suka aktivitas yang lebih pasif. Selain itu, faktor seperti kondisi fisik, kelelahan, atau rasa tidak aman juga bisa mempengaruhi keinginan anak untuk bergerak atau digendong. Bagi anak-anak, digendong oleh orang tua adalah sumber kenyamanan, kehangatan, dan rasa aman yang tak tergantikan.
Bagaimana meresponsnya? Ajak anak bergerak dan beraktivitas fisik dengan cara yang menyenangkan dan tidak memaksa. Sesuaikan aktivitas dengan minat dan kemampuan anak. Berikan pujian dan dukungan setiap kali anak mencoba bergerak atau melakukan aktivitas fisik. Jangan membandingkan anak dengan anak lain yang lebih aktif. Penuhi kebutuhan anak akan rasa aman dan kehangatan dengan memberikan pelukan dan sentuhan kasih sayang secara rutin. Secara bertahap, dorong anak untuk lebih mandiri dan aktif bergerak sesuai dengan kemampuan dan minat mereka.