ParentingPsikologi

Manja? 10 Perilaku Anak Ini Sebenarnya Wajar

×

Manja? 10 Perilaku Anak Ini Sebenarnya Wajar

Sebarkan artikel ini
Manja? 10 Perilaku Anak Ini Sebenarnya Wajar
Manja? 10 Perilaku Anak Ini Sebenarnya Wajar (www.freepik.com)

3. Sulit Berbagi dengan Teman

“Pelit sekali, tidak mau berbagi!” Mungkin ini komentar yang sering kita dengar atau bahkan kita ucapkan saat melihat anak enggan berbagi mainan atau makanan dengan teman-temannya. Padahal, konsep berbagi dan kepemilikan adalah konsep yang abstrak bagi anak-anak, terutama di usia dini.

Mengapa ini wajar? Dalam fase perkembangan egosentris, anak-anak, terutama usia 2-4 tahun, masih kesulitan memahami perspektif orang lain. Bagi mereka, “milikku adalah milikku,” dan sulit membayangkan bahwa orang lain juga memiliki hak yang sama atas suatu barang atau perhatian. Selain itu, mainan atau benda kesayangan bisa jadi memiliki nilai emosional yang tinggi bagi anak, sehingga berbagi terasa seperti “kehilangan” sesuatu yang berharga.

Bagaimana meresponsnya? Jangan memaksa anak untuk langsung berbagi, apalagi dengan cara yang kasar atau memalukan. Ajarkan konsep berbagi secara bertahap dan dengan cara yang menyenangkan. Anda bisa mulai dengan mengajak anak berbagi dengan Anda atau anggota keluarga terdekat terlebih dahulu. Berikan contoh positif tentang berbagi, misalnya dengan memuji anak lain yang mau berbagi atau menunjukkan manfaat dari berbagi (misalnya, bermain bersama jadi lebih seru). Gunakan permainan atau aktivitas yang melatih keterampilan berbagi dan kerjasama.

Baca Juga  Pick Me Syndrome, Validasi atau Ketidakpercayaan Diri Terselubung?

4. Maunya Selalu Diprioritaskan

Anak yang selalu ingin didahulukan, tidak sabar menunggu giliran, atau marah jika keinginannya tidak langsung dipenuhi seringkali dianggap egois dan manja. Namun, bagi anak-anak, terutama usia prasekolah, konsep waktu dan urutan masih belum sepenuhnya dipahami. Mereka hidup di “saat ini” dan sulit menunda kepuasan atau memahami bahwa orang lain juga memiliki kebutuhan dan prioritas.

Mengapa ini wajar? Perkembangan otak anak masih berpusat pada diri sendiri. Mereka belum mampu sepenuhnya memahami bahwa dunia tidak hanya berputar di sekitar mereka. Keinginan dan kebutuhan mereka terasa sangat mendesak dan penting saat itu juga. Selain itu, anak-anak juga sedang belajar tentang batasan dan aturan. Menguji batasan dan melihat reaksi orang dewasa adalah salah satu cara mereka memahami dunia dan peran mereka di dalamnya.

Baca Juga  Kurang Kasih Sayang Orang Tua? Hati-hati

Bagaimana meresponsnya? Ajarkan anak tentang kesabaran dan giliran secara bertahap. Gunakan bahasa yang sederhana dan konkret untuk menjelaskan mengapa mereka harus menunggu. Misalnya, “Kakak tunggu sebentar ya, Ibu sedang telepon sebentar. Nanti kalau sudah selesai, Ibu bantu Kakak.” Berikan aktivitas atau pengalihan perhatian yang menarik saat anak menunggu. Puji dan hargai setiap kali anak berhasil bersabar atau menunggu giliran. Jadilah contoh yang baik dalam bersabar dan menghargai giliran orang lain.

5. Sikap Ketergantungan yang Berlebihan

Anak yang sudah besar tapi masih minta dipakaikan baju, disuapi, atau melakukan hal-hal yang sebenarnya sudah bisa mereka lakukan sendiri seringkali dianggap terlalu manja dan tidak mandiri. Namun, perlu diingat bahwa setiap anak memiliki kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Selain itu, sikap ketergantungan juga bisa jadi merupakan cara anak mencari perhatian atau kasih sayang dari orang tua.

Baca Juga  Slow Parenting: Rahasia Mendidik Anak Tanpa Stres, Tanpa Tekanan!

Mengapa ini wajar? Meskipun anak-anak semakin besar dan mampu melakukan banyak hal sendiri, mereka tetap membutuhkan dukungan dan validasi dari orang tua. Sikap ketergantungan bisa jadi merupakan cara mereka mengatakan “Ibu/Ayah, perhatikan aku, sayangi aku.” Selain itu, terkadang anak juga merasa lelah, tidak percaya diri, atau sekadar ingin merasa dimanja oleh orang tuanya.

Bagaimana meresponsnya? Dukung kemandirian anak dengan memberikan kesempatan mereka untuk mencoba melakukan sesuatu sendiri. Namun, tetap berikan bantuan dan dukungan saat mereka membutuhkannya. Jangan langsung mengambil alih pekerjaan anak, tapi tawarkan bantuan yang terukur. Misalnya, “Coba Kakak pakai baju sendiri dulu ya. Nanti kalau kesulitan, Ibu bantu kancingnya.” Puji setiap usaha dan kemajuan yang anak tunjukkan dalam belajar mandiri. Pastikan anak merasa dicintai dan diperhatikan, meskipun mereka sudah semakin mandiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *