Mitos 3: Kesepakatan Pernikahan Hanya Menguntungkan Satu Pihak dan Tidak Adil
Banyak orang khawatir bahwa kesepakatan pernikahan akan selalu menguntungkan salah satu pihak saja, terutama pihak yang memiliki kekayaan lebih besar. Akibatnya, timbul anggapan bahwa kesepakatan pernikahan itu tidak adil dan hanya akan menindas pihak yang lebih lemah secara finansial.
Realitanya, kesepakatan pernikahan yang baik justru harus adil dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Prinsip dasar dari kesepakatan pernikahan adalah menciptakan kejelasan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban finansial suami dan istri selama pernikahan, dan jika terjadi perceraian.
Dalam proses penyusunan kesepakatan pernikahan, kedua belah pihak memiliki hak yang sama untuk mengajukan usulan, bernegosiasi, dan memastikan bahwa kesepakatan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Idealnya, proses ini dilakukan dengan melibatkan pengacara dari masing-masing pihak, sehingga tercipta kesepakatan yang benar-benar adil dan sah secara hukum.
Justru, tanpa adanya kesepakatan pernikahan, ada potensi ketidakadilan yang lebih besar jika terjadi perceraian. Hukum perkawinan yang berlaku mungkin tidak selalu sesuai dengan keinginan atau kondisi spesifik dari masing-masing pasangan. Dengan kesepakatan pernikahan, Anda dan pasangan memiliki kendali lebih besar untuk menentukan sendiri bagaimana aset dan harta bersama akan dibagi jika pernikahan berakhir, tanpa sepenuhnya bergantung pada ketentuan hukum yang mungkin kurang fleksibel.
Mitos 4: Kesepakatan Pernikahan Rumit, Mahal, dan Memakan Waktu
Mitos lain yang sering membuat orang enggan mempertimbangkan kesepakatan pernikahan adalah anggapan bahwa prosesnya rumit, mahal, dan memakan waktu. Banyak yang membayangkan harus berurusan dengan dokumen-dokumen tebal, proses negosiasi yang panjang dan melelahkan, serta biaya pengacara yang selangit.
Namun, realitanya, proses pembuatan kesepakatan pernikahan tidak selalu serumit dan semahal yang dibayangkan. Tentu saja, kompleksitas dan biaya pembuatan kesepakatan pernikahan akan bervariasi, tergantung pada situasi dan kebutuhan masing-masing pasangan.
Untuk pasangan dengan kondisi finansial yang sederhana dan kesepakatan yang tidak terlalu kompleks, proses pembuatan kesepakatan pernikahan bisa relatif cepat dan tidak terlalu mahal. Sebaliknya, jika pasangan memiliki aset yang signifikan atau kesepakatan yang lebih rumit, prosesnya mungkin akan memakan waktu dan biaya yang lebih besar.
Namun, perlu diingat bahwa biaya dan waktu yang dikeluarkan untuk membuat kesepakatan pernikahan adalah investasi yang sangat berharga untuk masa depan hubungan Anda. Dibandingkan dengan potensi biaya finansial dan emosional yang mungkin timbul akibat sengketa harta gono-gini di kemudian hari, biaya pembuatan kesepakatan pernikahan justru tergolong kecil.
Selain itu, dengan semakin banyaknya informasi dan sumber daya yang tersedia, proses pembuatan kesepakatan pernikahan juga menjadi semakin mudah dan efisien. Anda bisa mencari referensi contoh kesepakatan pernikahan, berkonsultasi dengan pengacara secara online, atau menggunakan template kesepakatan pernikahan sebagai panduan awal.
Mitos 5: Membicarakan Kesepakatan Pernikahan Sama dengan “Menabuh Genderang Perang” atau Memprediksi Perceraian
Mitos terakhir yang tak kalah meresahkan adalah anggapan bahwa membahas kesepakatan pernikahan sebelum menikah sama dengan mempersiapkan diri untuk perceraian atau “menabuh genderang perang” dalam hubungan. Mitos ini seringkali membuat pasangan merasa tidak nyaman atau takut untuk memulai percakapan tentang kesepakatan pernikahan.
Padahal, realitanya justru sebaliknya. Membicarakan kesepakatan pernikahan bukanlah pertanda buruk atau prediksi perceraian, melainkan tindakan preventif yang bijaksana untuk melindungi hubungan Anda dari potensi konflik di masa depan.
Sama halnya dengan memiliki asuransi kesehatan atau asuransi kendaraan, kesepakatan pernikahan adalah bentuk perlindungan terhadap risiko finansial yang mungkin terjadi dalam pernikahan. Kita tidak pernah berharap untuk sakit atau mengalami kecelakaan, tetapi kita tetap membeli asuransi sebagai tindakan pencegahan. Begitu pula dengan kesepakatan pernikahan.
Membicarakan kesepakatan pernikahan juga bukan berarti Anda dan pasangan tidak optimis terhadap masa depan pernikahan. Justru sebaliknya, dengan membicarakan hal ini, Anda berdua menunjukkan bahwa Anda serius dalam membangun hubungan yang langgeng dan harmonis. Anda bersedia untuk menghadapi berbagai kemungkinan di masa depan, termasuk kemungkinan terburuk, dengan kepala dingin dan perencanaan yang matang.