Kesehatan Mental

Kenapa Kita Sering Marah Tanpa Sebab? Ini Penjelasan Psikologisnya

×

Kenapa Kita Sering Marah Tanpa Sebab? Ini Penjelasan Psikologisnya

Sebarkan artikel ini
Kenapa Kita Sering Marah Tanpa Sebab? Ini Penjelasan Psikologisnya
Kenapa Kita Sering Marah Tanpa Sebab? Ini Penjelasan Psikologisnya (www.freepik.com)

perisainews.com – Pernahkah kamu merasa marah tanpa alasan yang jelas? Perasaan ini tentu tidak nyaman dan seringkali membuat kita bertanya-tanya, “Kenapa aku jadi mudah marah begini?”. Tenang, kamu tidak sendiri. Fenomena marah tanpa sebab ini cukup umum terjadi, dan psikologi memiliki penjelasannya. Mari kita telaah lebih dalam mengapa emosi negatif ini bisa muncul secara tiba-tiba dan bagaimana cara mengatasinya.

Memahami Fenomena Marah Tanpa Sebab

Apa Itu Marah Tanpa Sebab?

data-sourcepos=”11:1-11:483″>Marah tanpa sebab bukanlah berarti kemarahan itu benar-benar muncul dari kehampaan. Justru sebaliknya, kemarahan ini adalah sinyal dari dalam diri yang mencoba memberitahu kita bahwa ada sesuatu yang perlu diperhatikan. Dalam konteks psikologis, “tanpa sebab” lebih merujuk pada ketidakmampuan kita untuk mengidentifikasi pemicu kemarahan secara langsung dan rasional. Kita mungkin merasa ledakan emosi yang kuat, namun sulit menunjuk alasan spesifik mengapa kita merasakannya.

Mengapa Ini Terjadi?

Penting untuk dipahami bahwa emosi marah, sama seperti emosi lainnya, memiliki fungsi adaptif. Kemarahan bisa menjadi alarm ketika kita merasa terancam, diperlakukan tidak adil, atau ketika kebutuhan kita tidak terpenuhi. Namun, ketika kemarahan muncul “tanpa sebab”, seringkali akarnya lebih dalam dan tersembunyi dari kesadaran kita. Berikut beberapa penjelasan psikologis yang mungkin mendasari fenomena ini:

Baca Juga  Kesehatan Usus Ternyata Bisa Menentukan Mood dan Memori Kamu!

Akar Psikologis di Balik Kemarahan Tak Beralasan

Stres dan Tekanan Emosional yang Terpendam

Salah satu penyebab paling umum dari kemarahan tanpa sebab adalah akumulasi stres dan tekanan emosional yang tidak tersalurkan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali dihadapkan pada berbagai tuntutan dan ekspektasi, baik dari pekerjaan, keluarga, maupun lingkungan sosial. Jika stres ini tidak dikelola dengan baik, ia bisa menumpuk seperti bom waktu dan meledak dalam bentuk kemarahan yang tampaknya tidak proporsional atau tanpa alasan.

Bayangkan dirimu sebagai gelas yang terus diisi air. Awalnya, sedikit air mungkin tidak terasa. Namun, jika air terus menerus ditambahkan tanpa pernah dikosongkan, gelas itu akan meluap pada akhirnya. Kemarahan tanpa sebab bisa jadi adalah luapan dari “gelas emosi” yang sudah penuh.

Baca Juga  5 Kesalahan Pola Asuh Ini Bisa Merusak Mental Anak

Menurut data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), stres merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan kesehatan mental, termasuk gangguan mood yang dapat memicu kemarahan dan iritabilitas. Dalam survei daring yang dilakukan PDSKJI pada tahun 2020, ditemukan bahwa 68,1% responden mengalami gejala depresi dan kecemasan selama pandemi COVID-19, yang mana kondisi ini sangat terkait dengan peningkatan stres dan emosi negatif.

Kelelahan Mental dan Fisik

Kelelahan, baik mental maupun fisik, juga dapat menurunkan ambang batas toleransi kita terhadap stres dan iritasi. Ketika tubuh dan pikiran kita kekurangan istirahat, kemampuan kita untuk mengatur emosi menjadi terganggu. Hal-hal kecil yang biasanya tidak menjadi masalah bisa tiba-tiba terasa sangat mengganggu dan memicu kemarahan.

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Sleep Research menemukan bahwa kurang tidur secara signifikan meningkatkan reaktivitas emosional terhadap stimulus negatif. Partisipan yang kurang tidur menunjukkan respons kemarahan yang lebih intens dan sulit dikendalikan dibandingkan dengan mereka yang tidur cukup. Ini menjelaskan mengapa kita cenderung lebih mudah marah saat sedang lelah atau kurang tidur.

Baca Juga  Lelah Tanpa Alasan? Mungkin Ini Tanda Kelelahan Mental Parah!

Peran Trauma Masa Lalu

Pengalaman traumatis di masa lalu, bahkan yang mungkin terlupakan atau dianggap sepele, dapat meninggalkan luka emosional yang mendalam. Luka ini bisa menjadi pemicu kemarahan tanpa sebab di kemudian hari, terutama ketika kita dihadapkan pada situasi atau stimulus yang secara tidak sadar mengingatkan kita pada trauma tersebut.

Misalnya, seseorang yang pernah mengalami perundungan di masa kecil mungkin akan lebih mudah marah ketika merasa diabaikan atau tidak dihargai di lingkungan kerjanya saat dewasa. Kemarahan ini bukanlah respons terhadap situasi saat ini semata, melainkan juga dipengaruhi oleh memori emosional dari pengalaman traumatis di masa lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *