perisainews.com – Amarah adalah emosi manusia yang normal, namun ketika masalah amarah menjadi tidak terkendali dan merusak kualitas hidup, seringkali akar permasalahannya bisa ditelusuri dari hubungan toksik yang dijalani. Sadar atau tidak, hubungan toksik dapat menjadi pemicu utama dan bahkan memperparah masalah amarah seseorang. Mengapa demikian? Mari kita telusuri lebih dalam.
Apa Itu Hubungan Toksik?
Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan hubungan toksik. Hubungan toksik adalah pola interaksi antar individu yang bersifat merusak, tidak sehat, dan memberikan dampak negatif secara emosional, bahkan fisik. Dalam hubungan toksik, salah satu atau kedua belah pihak cenderung saling merendahkan, mengontrol, memanipulasi, atau tidak menghargai batasan pribadi.
Hubungan toksik tidak terbatas pada hubungan romantis saja. Jenis hubungan ini bisa terjadi dalam berbagai konteks kehidupan, seperti persahabatan, keluarga, lingkungan kerja, bahkan antar rekan kerja. Ciri utama dari hubungan toksik adalah adanya ketidakseimbangan kekuasaan, komunikasi yang tidak sehat, dan rasa tidak aman serta tidak bahagia yang terus-menerus dirasakan oleh salah satu atau kedua belah pihak.
Keterkaitan Hubungan Toksik dan Masalah Amarah
Lalu, bagaimana hubungan toksik dapat memicu dan memperparah masalah amarah? Jawabannya terletak pada dampak psikologis yang ditimbulkan oleh dinamika hubungan yang tidak sehat ini. Ketika seseorang terjebak dalam hubungan toksik, mereka secara konstan terpapar pada stres, rasa tidak dihargai, frustrasi, dan bahkan rasa takut. Emosi-emosi negatif yang terpendam ini lambat laun dapat menumpuk dan mencari jalan keluar, salah satunya dalam bentuk amarah yang meledak-ledak atau masalah amarah yang semakin intens.
Menurut data dari American Psychological Association (APA), stres kronis yang disebabkan oleh hubungan yang tidak sehat dapat meningkatkan kadar hormon kortisol dalam tubuh. Peningkatan hormon kortisol ini tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan fisik, tetapi juga dapat memengaruhi regulasi emosi, termasuk meningkatkan kecenderungan seseorang untuk merasa marah dan kesulitan mengendalikan amarahnya.
Selain itu, hubungan toksik seringkali menciptakan pola komunikasi yang tidak sehat, seperti kritik terus-menerus, merendahkan, atau bahkan kekerasan verbal. Paparan terhadap pola komunikasi negatif ini dapat mengikis rasa percaya diri dan harga diri seseorang, membuatnya merasa tidak berdaya dan frustrasi. Perasaan-perasaan negatif ini juga dapat memicu timbulnya amarah sebagai mekanisme pertahanan diri atau sebagai bentuk pelampiasan atas rasa sakit hati yang mendalam.
4 Jenis Hubungan Toksik yang Memicu dan Memperparah Masalah Amarah
Untuk lebih memahami bagaimana hubungan toksik berperan dalam memicu dan memperparah masalah amarah, mari kita bahas 4 jenis hubungan toksik yang paling umum dan dampaknya terhadap emosi amarah:
1. Hubungan yang Kontrol (Controlling Relationship)
data-sourcepos=”27:1-27:304″>Dalam hubungan yang kontrol, salah satu pihak berusaha untuk mendominasi dan mengendalikan segala aspek kehidupan pasangannya. Kontrol ini bisa meliputi berbagai hal, mulai dari mengatur dengan siapa pasangannya boleh bergaul, apa yang boleh dikenakan, hingga keputusan-keputusan penting dalam hidup.
Mengapa Hubungan Kontrol Memicu Amarah?
Ketika seseorang merasa dikontrol dan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri, rasa frustrasi dan marah akan muncul. Perasaan terjebak dan tidak berdaya dalam hubungan yang kontrol dapat memicu amarah sebagai bentuk perlawanan atau pemberontakan terhadap dominasi pihak yang mengontrol. Selain itu, kontrol yang berlebihan juga dapat menciptakan rasa tidak aman dan tidak percaya dalam hubungan, yang pada akhirnya dapat memicu ledakan amarah sebagai bentuk ekspresi rasa frustrasi dan kekecewaan.