Sains & Teknologi

Distorsi dalam Dunia Digital, Dari Filter Foto hingga Deepfake

×

Distorsi dalam Dunia Digital, Dari Filter Foto hingga Deepfake

Sebarkan artikel ini
Distorsi dalam Dunia Digital, Dari Filter Foto hingga Deepfake
Distorsi dalam Dunia Digital, Dari Filter Foto hingga Deepfake (www.freepik.com)

data-sourcepos=”5:1-5:349″>perisainews.com – Distorsi dunia digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern kita. Di era media sosial dan teknologi yang serba canggih ini, batas antara realitas dan kepalsuan semakin kabur. Fenomena distorsi ini hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari filter foto yang tampak sederhana hingga teknologi deepfake yang berpotensi merusak.

Filter Foto: Ilusi Kesempurnaan yang Menyesatkan

Siapa yang tidak kenal filter foto? Aplikasi edit foto dengan berbagai filter beauty dan enhancement seakan menjadi sahabat setia pengguna media sosial. Dengan sekali sentuh, kulit bisa tampak mulus bak porselen, mata lebih besar dan bersinar, hidung lebih mancung, bahkan bentuk wajah pun bisa diubah sesuai keinginan. Filter foto memang praktis dan menyenangkan, namun di balik kepraktisannya tersimpan potensi distorsi yang cukup signifikan terhadap persepsi diri dan realitas.

Generasi muda, yang tumbuh besar di era digital, adalah kelompok yang paling rentan terpapar distorsi filter foto. Mereka setiap hari melihat wajah-wajah “sempurna” di media sosial, wajah-wajah yang seringkali merupakan hasil polesan filter. Paparan terus-menerus terhadap standar kecantikan yang tidak realistis ini dapat memicu berbagai masalah psikologis, mulai dari rendah diri, body image issues, hingga gangguan kecemasan dan depresi.

Baca Juga  Kebiasaan Digitalmu Diam-Diam Merusak Otak dan Emosi

Sebuah studi dari Boston University School of Medicine menemukan bahwa filter foto di media sosial dapat memperburuk body dysmorphic disorder (BDD), yaitu kondisi mental di mana seseorang terobsesi dengan kekurangan fisik yang sebenarnya tidak ada atau tidak terlihat oleh orang lain. Studi tersebut juga menyebutkan bahwa penggunaan filter foto secara berlebihan dapat menciptakan ekspektasi yang tidak realistis terhadap penampilan fisik, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Tidak hanya berdampak pada kesehatan mental, filter foto juga berpotensi mendistorsi komunikasi dan interaksi sosial. Ketika seseorang terbiasa tampil dengan filter di media sosial, ia mungkin akan merasa tidak percaya diri untuk tampil apa adanya di dunia nyata. Hal ini dapat menghambat kemampuan seseorang untuk membangun hubungan yang autentik dan jujur dengan orang lain.

Baca Juga  Fatamorgana, Simbolisme dan Makna Filosofis di Baliknya

Deepfake: Manipulasi Realitas Tingkat Tinggi

Jika filter foto masih tergolong “tidak berbahaya” dan mudah dikenali, maka deepfake adalah bentuk distorsi digital yang jauh lebih kompleks dan berpotensi menimbulkan dampak yang lebih serius. Deepfake, singkatan dari “deep learning” dan “fake”, adalah teknologi yang memungkinkan manipulasi video atau audio untuk menciptakan representasi palsu yang sangat meyakinkan dari seseorang yang melakukan atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah mereka lakukan atau katakan.

Teknologi deepfake bekerja dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis dan mempelajari pola wajah, suara, dan gerakan seseorang dari sejumlah besar data digital (misalnya, foto dan video yang tersedia online). Setelah “belajar”, AI ini mampu menciptakan video atau audio baru yang menampilkan orang tersebut melakukan atau mengatakan apa pun yang diinginkan oleh pembuat deepfake. Hasilnya bisa sangat realistis dan sulit dibedakan dari rekaman asli, bahkan oleh mata yang terlatih sekalipun.

Potensi penyalahgunaan deepfake sangatlah besar dan mengkhawatirkan. Dalam ranah politik, deepfake dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi, merusak reputasi kandidat, atau bahkan memicu konflik sosial. Bayangkan sebuah video deepfake yang menampilkan seorang pemimpin negara menyatakan perang atau melakukan tindakan kontroversial lainnya. Video semacam ini dapat dengan cepat menyebar di media sosial dan menimbulkan kekacauan serta kepanikan di masyarakat.

Baca Juga  Digital Marketing Murah dan Ampuh! Strategi Jitu untuk UMKM

Selain politik, deepfake juga dapat digunakan untuk tujuan kriminal, seperti penipuan, pemerasan, atau cyberbullying. Misalnya, deepfake dapat digunakan untuk menciptakan video porno palsu yang menampilkan wajah seseorang tanpa persetujuan mereka, atau untuk meniru suara seseorang dalam panggilan telepon untuk menipu orang lain agar memberikan informasi pribadi atau uang.

Dampak deepfake tidak hanya terbatas pada individu atau kelompok tertentu, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap informasi digital secara keseluruhan. Ketika video dan audio dapat dengan mudah dipalsukan, bagaimana kita bisa mempercayai apa pun yang kita lihat atau dengar secara online? Erosi kepercayaan ini dapat melemahkan fondasi masyarakat informasi dan mempersulit kita untuk membedakan antara fakta dan fiksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *