perisainews.com – Boraks, nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun zat kimia ini memiliki sejarah panjang dan peran ganda yang mencengangkan. Dahulu dikenal luas sebagai pengawet kayu yang efektif, boraks kini justru menjadi momok menakutkan, terutama ketika ditemukan dalam makanan yang dikonsumsi anak-anak. Bagaimana bisa zat yang dulunya bermanfaat, kini berubah menjadi ancaman serius bagi generasi penerus bangsa? Mari kita telusuri lebih dalam perjalanan boraks, dari masa kejayaannya sebagai solusi, hingga bahaya laten yang mengintai di balik penggunaannya yang tidak tepat.
Sejarah Boraks: Si Pengawet Kayu Andal di Masa Lampau
Sebelum era bahan pengawet makanan sintetis merajalela, boraks, atau yang dikenal juga dengan natrium tetraborat, telah lama dimanfaatkan sebagai pengawet kayu yang handal. Sifatnya yang mampu menghambat pertumbuhan jamur dan serangga perusak kayu, menjadikan boraks pilihan utama untuk melindungi bangunan, perabot, hingga berbagai изделия berbahan kayu lainnya. Di masa lalu, rumah-rumah tradisional banyak mengandalkan boraks untuk memastikan konstruksi kayu mereka tetap kokoh dan tahan lama dari serangan rayap maupun pelapukan.
Selain untuk kayu, boraks juga memiliki beragam aplikasi industri lainnya. Senyawa kimia ini kerap digunakan dalam pembuatan deterjen, стекло, enamel, hingga sebagai bahan антисептик dalam produk pembersih rumah tangga. Fleksibilitas boraks dalam berbagai bidang industri, menjadikan zat ini sebagai komoditas penting dalam perdagangan global. Namun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan, penggunaan boraks mulai dievaluasi ulang, terutama terkait dengan dampaknya bagi kesehatan manusia, khususnya anak-anak.
Boraks dalam Ranah Pangan: Praktik Ilegal yang Mengkhawatirkan
Ironisnya, meski tidak diperuntukkan untuk makanan, boraks justru kerap disalahgunakan sebagai pengawet makanan oleh oknum produsen nakal. Motif ekonomi seringkali menjadi alasan utama di balik praktik ilegal ini. Harga boraks yang relatif murah dan kemampuannya untuk memberikan tekstur kenyal pada makanan, menjadikannya alternatif pengganti bahan pengawet makanan yang lebih aman namun mahal. Bakso, mie, kerupuk, lontong, hingga jajanan pasar seperti cilok dan семантизирующий menjadi beberapa contoh makanan yang kerap terindikasi mengandung boraks.
Penggunaan boraks dalam makanan jelas merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara tegas melarang penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia juga secara eksplisit menyatakan bahwa boraks termasuk dalam daftar bahan kimia berbahaya yang tidak boleh digunakan dalam makanan. Namun, meskipun regulasi telah jelas, praktik penggunaan boraks dalam makanan masih saja terjadi, menunjukkan lemahnya pengawasan dan kurangnya kesadaran dari sebagian pelaku usaha.
Ancaman Boraks Bagi Kesehatan Anak-Anak: Bahaya yang Tidak Boleh Diabaikan
Mengapa penggunaan boraks dalam makanan, khususnya makanan anak-anak, begitu mengkhawatirkan? Jawabannya terletak pada dampak negatif boraks bagi kesehatan, terutama bagi organ-organ vital seperti ginjal, hati, dan otak. Ancaman boraks pada anak-anak menjadi semakin serius karena tubuh anak-anak masih dalam tahap perkembangan dan lebih rentan terhadap efek toksik zat kimia.
Konsumsi boraks dalam jangka pendek mungkin tidak langsung menimbulkan gejala yang kentara. Namun, paparan boraks secara terus-menerus, meskipun dalam dosis kecil, dapat menyebabkan akumulasi boraks dalam tubuh. Efek jangka panjangnya bisa sangat merugikan, mulai dari gangguan pencernaan, kerusakan ginjal, penurunan fungsi hati, hingga gangguan perkembangan otak pada anak-anak. Beberapa penelitian bahkan mengaitkan paparan boraks dengan peningkatan risiko kanker dalam jangka panjang.
Data dan Fakta Penting: