Jakarta – Kinerja ekonomi dan keuangan syariah (eksyar) Indonesia terus menunjukkan tren positif sepanjang tahun 2024, seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor unggulan halal value chain (HVC) menjadi salah satu mesin utama pendorong pertumbuhan ini, dengan kontribusi lebih dari 25% terhadap perekonomian nasional.
Berdasarkan data dari Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (KEKSI) 2024 yang diluncurkan oleh Bank Indonesia (BI), sektor Makanan-Minuman Halal, Fesyen Muslim, Pariwisata Ramah Muslim, dan Pertanian menjadi motor penggerak utama dalam HVC. Capaian positif juga terlihat pada intermediasi perbankan syariah yang mencatatkan pertumbuhan pembiayaan sebesar 9,87% (yoy) pada Desember 2024. Kinerja keuangan sosial syariah juga tak kalah menggembirakan dengan pertumbuhan 4,7% (yoy) di tahun yang sama.
Selain itu, kabar baik juga datang dari peningkatan literasi eksyar di masyarakat. Indeks Literasi Eksyar 2024 yang diukur oleh BI menunjukkan peningkatan signifikan menjadi 42,84%, naik dari 28,01% pada tahun sebelumnya.
Peluncuran KEKSI 2024 ini dirangkaikan dengan kick off Bulan Pembiayaan Syariah dan seminar nasional Sharia Economic and Financial Outlook (ShEFO) 2025 yang mengusung tema “Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah Memperkuat Stabilitas dan Transformasi Ekonomi Nasional”. Acara yang digelar pada 21 Februari 2025 ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan capaian eksyar dan merumuskan strategi pengembangan ke depan.
Komitmen Bank Indonesia Dorong Pengembangan Eksyar di 2025
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, dalam siaran pers yang diterima pada Minggu (23/2/2025) menegaskan komitmen BI untuk terus mendukung pengembangan eksyar melalui berbagai kebijakan. “BI berkomitmen mendukung pengembangan eksyar melalui bauran kebijakan BI. Pada 2025, kebijakan eksyar akan ditempuh sejalan dengan dukungan BI pada Asta Cita,” ujarnya.
Destry menjelaskan bahwa kebijakan eksyar BI di tahun 2025 akan fokus pada dua area utama. Pertama, penguatan operasi moneter syariah melalui instrumen, pelaku pasar, dan regulasi. Hal ini bertujuan untuk memengaruhi likuiditas di pasar uang dan pasar valas syariah (PUVA), sejalan dengan penerbitan Blueprint Pengembangan Pasar Uang dan Pasar Valas (BPPU) 2030. Kedua, BI akan menjaga kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bank umum syariah yang lebih longgar dibandingkan bank konvensional, masing-masing sebesar 7,5% dan 3,5% (konvensional 9% dan 5%).
“Ke depan, selaras dengan upaya mendukung Asta Cita, berbagai program penguatan ekosistem HVC melalui program pendampingan, pemberdayaan, maupun peningkatan literasi produk halal diharapkan mampu meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, serta mengembangkan industri kreatif,” tambah Destry.
OJK Fokus Tingkatkan Kapasitas dan Keunikan Perbankan Syariah
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, dalam kesempatan yang sama menyampaikan apresiasi atas capaian positif eksyar Indonesia. Ia menekankan pentingnya untuk terus melanjutkan tren positif ini di tengah tantangan dan ketidakpastian ekonomi global di tahun 2025.
Dian melihat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional yang diproyeksikan tetap solid serta implementasi program prioritas nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan tiga juta perumahan dapat menjadi peluang emas bagi lembaga jasa keuangan syariah. “Ini adalah peluang bagi lembaga jasa keuangan syariah untuk berkontribusi lebih besar dalam mendukung perekonomian domestik,” kata Dian.
Untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah, OJK telah merumuskan lima aspek kebijakan utama di tahun 2025. Pertama, konsolidasi bank syariah dan penguatan Unit Usaha Syariah (UUS) melalui dukungan proses spin-off. Kedua, finalisasi pembentukan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS) untuk memperkuat tata kelola dan mengakselerasi pertumbuhan industri. Ketiga, penyusunan pedoman produk perbankan syariah dan pengembangan produk dengan kekhususan syariah (sharia-based products). Keempat, penguatan peran perbankan syariah dalam ekosistem ekonomi syariah. Kelima, peningkatan peran perbankan syariah di sektor UMKM dengan fokus pada peningkatan akses dan pendampingan bagi UMK yang unbankable.
Bulan Pembiayaan Syariah 2025 Dorong Skema Inovatif Berbasis Wakaf
Kick Off Bulan Pembiayaan Syariah 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi dan sinergi antar pemangku kepentingan eksyar. Bulan Pembiayaan Syariah 2025 akan difokuskan pada skema pembiayaan syariah inovatif integrasi komersial-sosial berbasis wakaf, seperti Cash Waqf Linked Deposit (CWLD) dan/atau pembiayaan perumahan di atas tanah wakaf untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan skema Sukuk Linked Wakaf (SLW).
Rangkaian kegiatan Bulan Pembiayaan Syariah akan berlangsung hingga pelaksanaan 12th Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) pada Oktober 2025 mendatang. Kegiatan tersebut meliputi forum sinergi, talkshow produk pembiayaan syariah, kampanye dan promosi produk keuangan syariah, business matching pembiayaan syariah, penjualan produk halal, serta kesepakatan bisnis dan pembiayaan.
Peluncuran KEKSI 2024 dan Kolaborasi Erat untuk Kemajuan Eksyar
Pada momen yang sama, BI juga meluncurkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (KEKSI) 2024. Dokumen ini mengulas secara komprehensif capaian dan strategi pengembangan eksyar di tahun 2024, serta prospek dan arah kebijakan BI dalam mengembangkan eksyar di tahun 2025. Buku KEKSI 2024 dapat diakses dan diunduh melalui website resmi BI.
Berbagai inisiatif dan momentum eksyar yang dilaksanakan pada hari tersebut merupakan hasil kolaborasi erat antara BI, OJK, Kementerian Keuangan RI, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), serta berbagai pemangku kepentingan eksyar nasional lainnya. Sinergi yang kuat ini menjadi fondasi utama untuk memperkuat stabilitas dan transformasi ekonomi nasional melalui jalur ekonomi dan keuangan syariah.