Jakarta – Langkah konkret untuk mempercepat transformasi pendidikan digital di Indonesia kembali ditunjukkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Pada Jumat (16/5), Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamen Dikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, secara resmi membuka pelaksanaan Training of Trainer (ToT) Gelombang Ketiga. Kegiatan strategis ini berfokus pada penyiapan calon pengajar di bidang koding dan kecerdasan artifisial (AI) bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah di seluruh tanah air.
Pembukaan ToT Gelombang Ketiga ini bukan sekadar agenda rutin, melainkan bagian integral dari visi besar Kemendikdasmen dalam membangun ekosistem pendidikan digital yang tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga inklusif, aman, dan berlandaskan etika yang kuat. Fokus pada penyiapan guru menjadi kunci utama, mengingat merekalah garda terdepan yang akan berinteraksi langsung dengan peserta didik.
Menekankan Pentingnya Etika dalam Penguasaan Teknologi
Dalam sambutannya, Wamen Fajar Riza Ul Haq memberikan penekanan khusus pada esensi dari pelatihan ini. Ia menyatakan bahwa ToT Gelombang Ketiga ini memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar transfer pengetahuan teknis. “Gelombang ketiga ini bukan hanya soal pelatihan teknis, tapi revolusi cara berpikir,” tegas Wamen Fajar dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik. Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa tujuan utama adalah membentuk pola pikir pendidik yang adaptif, kritis, dan siap menghadapi tantangan era digital.
Lebih lanjut, Wamen Fajar menyoroti pentingnya menanamkan nilai-nilai fundamental seperti etika, tanggung jawab, dan kesadaran akan rasa aman dalam penguasaan teknologi canggih, termasuk kecerdasan artifisial. Ia menganalogikan AI sebagai “pisau bermata dua”, yang meskipun menawarkan manfaat besar dan potensi kemajuan luar biasa, juga menyimpan potensi risiko kerusakan jika tidak diimbangi dengan pemahaman nilai-nilai kemanusiaan yang kokoh.
“Teknologi tanpa nilai bisa jadi bencana. Kita ingin anak-anak bukan hanya pandai bikin gim atau program, tapi juga punya soft skills dan kesadaran etis dalam menggunakannya,” ujar Wamen Fajar. Pernyataan ini menegaskan kembali komitmen Kemendikdasmen untuk melahirkan generasi yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga memiliki karakter kuat dan mampu menggunakan keterampilan digital mereka secara positif dan bertanggung jawab.
Mewujudkan Kewarganegaraan Digital yang Bertanggung Jawab
Mengutip laporan dari Stanford University, Wamen Fajar mengakui adanya tingkat optimisme yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia terhadap perkembangan AI. Namun, ia sekaligus menyampaikan peringatan tegas. “Optimisme harus diiringi kontrol nilai. Jangan sampai manusia kehilangan kendali atas teknologi yang diciptakannya sendiri,” pesannya.
Konteks inilah yang menjadikan konsep Digital Citizenship atau Kewarganegaraan Digital menjadi sangat krusial dalam kerangka pendidikan teknologi. Konsep ini melampaui sekadar kemampuan teknis, mencakup pemahaman tentang bagaimana bersikap secara bertanggung jawab di ranah digital, memiliki komitmen etis dalam berinteraksi online, serta memastikan terciptanya rasa aman bagi diri sendiri maupun orang lain saat berselancar di dunia maya. ToT ini diharapkan membekali para guru agar mampu mengajarkan prinsip-prinsip Digital Citizenship ini kepada siswa-siswi mereka.
Target dan Metodologi Pelatihan Komprehensif
Dalam laporannya mengenai pelaksanaan ToT ini, Direktur Guru Pendidikan Dasar Kemendikdasmen, Rachmadi Widiharto, memaparkan target ambisius dari program pelatihan ini. Ditargetkan, pada tahun 2025 ini, ToT koding dan AI akan menjangkau hingga 59.546 guru yang berasal dari berbagai daerah di seluruh penjuru Indonesia. Angka ini menunjukkan skala besar inisiatif Kemendikdasmen dalam meratakan pemahaman dan kemampuan di bidang digital di kalangan pendidik.
Rachmadi menjelaskan bahwa desain pelatihan ini dibuat komprehensif, melampaui aspek penguasaan teknis koding dan AI. “Pelatihan ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga strategi kolaboratif, pedagogi dewasa, dan keterampilan fasilitasi. Tujuannya membentuk pengajar koding dan AI yang andal dan inspiratif,” jelas Rachmadi. Ini berarti para guru tidak hanya diajari apa yang harus diajarkan, tetapi juga bagaimana cara menyampaikannya secara efektif dan menginspirasi siswa.
Kegiatan ToT Gelombang Ketiga ini melibatkan kerja sama dengan 90 Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang telah terakreditasi. Peserta pelatihan pun datang dari berbagai latar belakang yang relevan, mencakup akademisi, guru-guru berdedikasi, dan praktisi berpengalaman di bidang teknologi. Metode pembelajaran yang diterapkan dirancang untuk menstimulasi pemahaman mendalam dan aplikasi praktis, seperti penggunaan pendekatan problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah), project-based learning (pembelajaran berbasis proyek), serta simulasi mengajar langsung untuk memberikan pengalaman nyata kepada peserta.
Setiap sesi pelatihan memiliki elemen penting berupa sesi refleksi mendalam di akhir. Tujuan dari refleksi ini adalah agar peserta mampu mengaitkan secara langsung antara materi teori yang mereka terima dengan potensi aplikasi nyata di lingkungan sekolah dan ruang kelas. “Refleksi ini bukan formalitas. Ini bagian penting dari proses pembentukan guru transformasional,” tambah Rachmadi, menekankan bahwa introspeksi dan pemaknaan adalah kunci menjadi pendidik yang mampu membawa perubahan positif.
Menyiapkan Guru Transformasional untuk Indonesia Emas 2045
Wamen Fajar kembali menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa seluruh inisiatif pelatihan ini terintegrasi erat dengan visi besar pembangunan nasional. Langkah ini sejalan dengan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia serta merupakan bagian krusial dalam upaya mewujudkan cita-cita luhur Indonesia Emas 2045.
Menghadapi persaingan global yang kian ketat dan perkembangan teknologi yang super cepat, Indonesia dituntut untuk melakukan lompatan signifikan di berbagai sektor, termasuk pendidikan. “Tanpa lompatan digital seperti ini, kita akan tertinggal. Kita harus mulai dari sekarang—dari ruang kelas,” tegas Wamen Fajar.
Melalui Training of Trainer Gelombang Ketiga koding dan AI ini, Kemendikdasmen mengambil langkah proaktif dan visioner. Investasi pada kualitas guru menjadi prioritas utama, memastikan bahwa generasi muda Indonesia di masa depan tidak hanya memiliki kecakapan teknis yang mumpuni di bidang digital, tetapi juga dibekali dengan fondasi nilai, etika, dan kesadaran digital yang kuat. Inilah esensi dari penyiapan guru transformasional: pendidik yang mampu membimbing siswa tidak hanya menjadi pengguna teknologi yang cerdas, tetapi juga warga negara digital yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa.