BeritaBinkamNasional

Kampus Malang Dideklarasikan Zona Bebas Kekerasan

×

Kampus Malang Dideklarasikan Zona Bebas Kekerasan

Sebarkan artikel ini
Kampus Malang Dideklarasikan Zona Bebas Kekerasan

JAKARTA Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Pencegahan dan Penindakan Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri mengukuhkan komitmennya dalam menciptakan lingkungan pendidikan tinggi yang aman, bebas dari kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan. Langkah strategis ini ditempuh melalui kolaborasi erat dengan civitas academica di berbagai perguruan tinggi, menandai babak baru dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan akademis.

Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nurul Azizah, menekankan pentingnya kampus sebagai ruang aman, bebas dari kekerasan fisik maupun digital, dalam keterangannya di Jakarta pada Kamis (15/5). Menurutnya, institusi pendidikan tinggi memegang peran krusial dalam membentuk peradaban yang maju dan berkeadilan.

“Hari ini saya berdiri bukan hanya sebagai perwakilan institusi Polri, tetapi sebagai bagian dari masyarakat yang optimis terhadap masa depan bangsa yang bebas dari kekerasan,” ujar Nurul kepada wartawan, Kamis (15/5).

Ancaman Kekerasan yang Kian Meluas ke Ranah Digital

Brigjen Nurul Azizah memaparkan bahwa ancaman kekerasan, khususnya terhadap perempuan dan anak, kini tidak hanya terjadi di ruang privat atau publik konvensional, melainkan juga telah menjalar ke ranah digital dan lingkungan kampus. Ia mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kasus-kasus di mana mahasiswa menjadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi secara daring, bahkan tanpa mereka sadari sepenuhnya. Fenomena ini mencakup skema perdagangan orang yang memanfaatkan platform digital, menambah kompleksitas tantangan yang dihadapi.

Menyikapi kondisi ini, Polri melalui gerakan nasional “Rise and Speak” terus mendorong sinergi lintas sektor. Gerakan ini bertujuan untuk membangun kesadaran publik yang inklusif dan secara aktif berpihak pada korban. Nurul menegaskan bahwa pendekatan ini tidak hanya berfokus pada aspek penegakan hukum semata, tetapi juga pada upaya preventif dan dukungan komprehensif bagi para penyintas.

“Mari kita jadikan kampus sebagai benteng terakhir peradaban, tempat tumbuhnya keberanian, keadilan, dan kepedulian,” tegasnya, menyerukan partisipasi aktif dari seluruh elemen kampus.

Respons Lokal dan Pentingnya Pencegahan

Kolaborasi pencegahan kekerasan ini juga mendapat sambutan positif di daerah. Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol. Nanang Haryono, dalam kesempatan yang sama, berbagi perspektif dari wilayahnya. Ia menyebutkan adanya penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Malang sepanjang tahun 2025. Meskipun demikian, Nanang menegaskan bahwa penurunan statistik tidak lantas mengurangi urgensi langkah-langkah preventif. Justru, momentum ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat fondasi pencegahan agar kasus serupa tidak kembali meningkat di masa mendatang.

Kombes Nanang Haryono menyampaikan pesan yang kuat terkait pentingnya keberanian untuk bersuara. Ia berujar, “Diam itu emas, tapi berani bicara untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, kilaunya melebihi berlian.” Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa tindakan pencegahan aktif melalui pelaporan dan edukasi memiliki nilai yang jauh lebih besar daripada berdiam diri.

Dukungan Penuh dari Dunia Akademik

Dari kalangan akademisi, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Zainuddin, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap langkah proaktif yang diambil Polri dalam membangun kesadaran bersama di lingkungan pendidikan tinggi. Menurutnya, kampus memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi ruang yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga inklusif dan aman bagi seluruh penghuninya.

Zainuddin secara khusus menyoroti pentingnya menciptakan lingkungan yang aman bagi semua mahasiswa, termasuk mahasiswa internasional yang berasal dari lebih dari 24 negara yang belajar di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Keberagaman ini menuntut perhatian ekstra dalam memastikan setiap individu merasa terlindungi dan dihormati.

“Kekerasan tidak boleh menjadi bagian dari kehidupan kita, baik di kelas, asrama, maupun ruang digital,” ujar Zainuddin, menegaskan komitmen kampusnya untuk memerangi segala bentuk kekerasan.

Aksi Nyata: Deklarasi dan Dialog Interaktif

Komitmen bersama ini diwujudkan dalam serangkaian kegiatan konkret. Acara kolaborasi tersebut ditutup dengan pembacaan dan penandatanganan Deklarasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi. Deklarasi ini menjadi simbol pakta integritas dan komitmen bersama antara Polri, akademisi, dan berbagai pihak terkait untuk menciptakan lingkungan kampus yang bebas kekerasan.

Selain itu, diadakan pula dialog interaktif yang melibatkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk perwakilan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri, serta satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dari berbagai kampus di Malang Raya. Dialog ini menjadi forum penting untuk berbagi pengalaman, mendiskusikan tantangan, dan merumuskan strategi penanganan yang efektif dan berpihak pada korban.

Sinergi antara penegak hukum dan dunia pendidikan ini diharapkan dapat menjadi model kolaborasi yang efektif dalam upaya pencegahan kekerasan, khususnya di lingkungan perguruan tinggi. Dengan kesadaran dan tindakan bersama, cita-cita menjadikan kampus sebagai “benteng peradaban” yang aman dan berkeadilan dapat terwujud.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *