Jakarta – Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan penangguhan penahanan terhadap SSS, mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang terjerat kasus unggahan meme kontroversial, menuai apresiasi dari berbagai pihak. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyatakan dukungannya terhadap keputusan tersebut, menekankan pentingnya pendekatan restorative justice dalam menangani kasus ini.
“Sangat baik yang dilakukan Pak Kapolri, karena sebelumnya saya juga telah menyampaikan agar diselesaikan melalui pendekatan restorative justice,” ujar Sahroni, Senin (12/5/2025).
Kasus ini bermula dari unggahan meme yang dibuat oleh SSS, yang dinilai menghina Presiden Prabowo Subianto dan Presiden RI ke-7, Joko Widodo. Unggahan tersebut memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, hingga berujung pada penahanan SSS oleh Bareskrim Polri.
Kritik Pedas dan Batas Kewajaran
Sahroni mengakui bahwa tindakan SSS dalam menyampaikan kritik telah melampaui batas kewajaran. “Bagaimanapun, apa yang dilakukan mahasiswi tersebut sudah keterlaluan. Kritik yang disampaikan justru membuat orang jijik melihatnya. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi, kepada siapa pun,” katanya.
Meski demikian, politisi tersebut menekankan pentingnya kebebasan berpendapat, terutama bagi mahasiswa. Namun, ia mengingatkan agar kritik disampaikan dengan cara yang santun dan bertanggung jawab. “Silakan menyampaikan kritik, tapi gunakan cara yang baik dan sopan,” tegasnya.
Pertimbangan Kemanusiaan dan Pendidikan
Bareskrim Polri resmi menangguhkan penahanan terhadap SSS. 1 Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa penangguhan diberikan dengan pertimbangan kemanusiaan dan pendidikan.
“Penangguhan penahanan ini diberikan dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan pendidikan yang bersangkutan,” ungkap Trunoyudo.
Keputusan ini menunjukkan bahwa Polri tetap mengedepankan pendekatan humanis dalam penegakan hukum, terutama dalam kasus yang melibatkan mahasiswa. Penangguhan penahanan ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi SSS untuk melanjutkan pendidikannya, sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya menyampaikan kritik secara bertanggung jawab.
Kasus ini menjadi sorotan publik, memicu perdebatan tentang batasan kebebasan berpendapat dan tanggung jawab dalam menyampaikan kritik. Diharapkan, kejadian ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat budaya dialog yang santun dan konstruktif di masyarakat.