SEMARANG – Toleransi Bersemi di Batalyon SIPSS: Kisah Afat, Taruna Konghucu yang Menjalani Pendidikan di Bulan Ramadan.
Bulan Ramadan tahun ini menjadi momen istimewa bagi 100 siswa Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) yang tengah menjalani pendidikan di Batalyon SIPSS, Kompleks Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang. Di tengah suasana ibadah puasa yang dijalankan mayoritas siswa Muslim, hadir seorang siswa yang memancarkan nilai toleransi dan keberagaman, Afat namanya. Pria berusia 23 tahun ini merupakan satu-satunya siswa beragama Konghucu di angkatannya.
Afat, lulusan S1 Pendidikan Agama Konghucu dari Sekolah Tinggi Agama Konghucu Indonesia (STIKIN) Purwokerto, bukanlah sosok asing dalam dunia pendidikan dan keagamaan. Sebelum mengabdikan diri sebagai calon perwira Polri, pemuda asal Depok, Jawa Barat ini telah lebih dulu menjadi Guru Agama Konghucu di SMPN 1 Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Lulusan Terbaik STIKIN Purwokerto dengan Percepatan Studi
Perjalanan pendidikan Afat hingga mencapai titik ini tidaklah singkat. Ia menuturkan bahwa dirinya merupakan lulusan pertama sekaligus tercepat dari angkatan pertama STIKIN Purwokerto. Percepatan studi yang ia dapatkan tak lepas dari kebutuhan mendesak akan guru agama Konghucu yang kompeten di bidangnya.
“Saya mulai kuliah tahun 2021 dan menjadi lulusan pertama sekaligus tercepat dari angkatan pertama STIKIN Purwokerto. Saat itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Prof. Nizar Ali, memberikan percepatan studi selama enam semester karena adanya kebutuhan mendesak akan Guru Agama Konghucu yang sesuai dengan bidangnya,” ungkap Afat saat ditemui di Batalyon SIPSS, Kompleks Akpol, Jumat (7/3/2024) malam.
Menjalankan Ibadah dengan Keyakinan di Tengah Suasana Ramadan
Malam itu, saat rekan-rekan Muslim Afat tengah khusyuk melaksanakan Salat Tarawih di Musala Batalyon SIPSS, Afat tetap menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinan agama Konghucu yang dianutnya. Suasana Ramadan di Batalyon SIPSS menjadi potret indah keberagaman dan toleransi antarumat beragama.
Sebelum bergabung dengan SIPSS, Afat telah memiliki rekam jejak yangSolid dalam bidang keagamaan dan pendidikan. Ia merupakan salah satu dari 25 lulusan STIKIN Purwokerto yang sebagian besar memilih jalan pengabdian sebagai guru agama. Selain itu, Afat juga aktif sebagai penyuluh agama non-PNS di Kabupaten Natuna dan rutin menulis di kanal website Pusat Bimbingan Pendidikan Konghucu Kementerian Agama RI.
Dorongan Melayani Masyarakat yang Lebih Luas Mendorong Afat Bergabung Polri
Informasi mengenai pembukaan SIPSS yang membuka peluang bagi lulusan jurusannya menjadi titik balik dalam perjalanan karir Afat. Ia melihat kesempatan untuk mengabdikan diri kepada masyarakat dalam skala yang lebih besar melalui institusi Polri. Tanpa ragu, Afat mendaftar dan mengikuti serangkaian seleksi ketat, mulai dari tingkat daerah hingga pusat. Kerja keras dan dedikasinya membuahkan hasil, Afat berhasil lolos seleksi SIPSS Gelombang I tahun 2025.
“Seleksi awalnya dimulai November 2024 di Pusat Misi Internasional Tangerang, kemudian dilanjutkan dengan tahapan seleksi lainnya,” jelasnya.
Akar Kehidupan Beragama Konghucu Sejak Kecil
Afat tumbuh dan besar dalam keluarga yang memegang teguh ajaran Konghucu. Sejak kecil, ia aktif dalam kegiatan Majelis Agama Konghucu Indonesia (Makin) Depok dan rutin beribadah di Kong Miao Genta Kebajikan Makin, Depok, Jawa Barat. Keaktifannya dalam kegiatan keagamaan mengantarkannya pada pemahaman mendalam tentang agama Konghucu.
“Sejak kecil, Afat rutin mengikuti sekolah minggu dan beribadah di tempat-tempat ibadah agama Konghucu seperti Lithang, Kong Miao, dan Kelenteng,” tambahnya.
Sebagai informasi tambahan, dalam agama Konghucu dikenal beberapa tempat ibadah dengan fungsi yang berbeda:
- Lithang: Ruang kesusilaan yang digunakan untuk sembahyang dan belajar ajaran Konghucu.
- Kong Miao: Tempat utama untuk bersembahyang kepada Tuhan (Tian) serta menghormati Nabi Khung Ce sebagai tokoh penyempurna ajaran Konghucu.
- Kelenteng: Tempat bersembahyang kepada Tuhan (Tian) serta memuliakan Para Suci atau Shen Ming dalam agama Konghucu.
Kebebasan Beribadah dan Kitab Suci Sishu Sebagai Pedoman
Selama menjalani pendidikan di SIPSS, Afat merasakan kebebasan dalam menjalankan ibadahnya. Ia mengaku tidak mengalami kesulitan berarti, bahkan pihak pengasuh memberikan dukungan penuh terhadap praktik keagamaannya.
“Pengasuh di sini memberikan saya kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan saya. Saya tetap bisa rutin berdoa dan membawa kitab suci saya, Kitab Sishu, yang menjadi pedoman untuk refleksi diri dan mengaktualisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari,” tutur Afat.
Dalam kesehariannya, Afat lebih banyak melakukan doa dan perenungan sebagai bentuk ibadahnya. Ia menjelaskan bahwa dalam kondisi pendidikan yang serba praktis, sembahyang yang memerlukan perlengkapan khusus seperti dupa, lilin, dan sesaji dapat disederhanakan dengan berdoa dan merenung.
Inspirasi dari Rekan Seiman di Kepolisian dan Semangat Pluralitas Polri
Motivasi Afat untuk bergabung dengan Polri semakin kuat karena terinspirasi oleh rekan-rekannya yang beragama Konghucu dan telah lebih dulu sukses berkarir di kepolisian. Ia menyebut nama Michael Josua, seorang perwira Akpol beragama Konghucu yang kini bertugas di kepolisian, serta Dokter David, seorang dokter umum beragama Konghucu yang bertugas di Brimob Polda Papua, sebagai sumber inspirasinya.
“Saya melihat Polri menjunjung tinggi pluralitas dan memiliki semangat pengabdian kepada masyarakat. Ini sejalan dengan ajaran Konghucu yang mengajarkan jiwa sosial dan berbagi kepada sesama,” pungkas Afat dengan penuh keyakinan.
Kisah Afat di Batalyon SIPSS menjadi contoh nyata bahwa toleransi dan keberagaman dapat tumbuh subur di lingkungan manapun, termasuk di lembaga pendidikan kepolisian. Kehadirannya menjadi warna tersendiri dan semakin memperkaya nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh institusi Polri.