Jakarta – Minimnya pengawasan terhadap pengelolaan dana desa menjadi sorotan utama dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menegaskan bahwa kondisi ini berpotensi membuka celah terjadinya penyalahgunaan anggaran. Dampaknya, tujuan mulia dana desa untuk pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di tingkat desa dapat terhambat.
Pernyataan tersebut disampaikan Fitroh dalam acara Aksi Memperkuat Pengawasan Tata Kelola Pemerintah yang mengusung tema ‘Membangun Desa dari Bawah untuk Pemerataan Ekonomi & Pemberantasan Kemiskinan’. Acara yang digelar di Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) pada Senin, 3 Maret 2025 ini, menjadi platform penting untuk membahas isu krusial terkait pengelolaan dana desa.
Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Desa dan Daerah
Fitroh Rohcahyanto menekankan bahwa desa merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan kabupaten. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan di tingkat desa harus terintegrasi dan selaras dengan perencanaan pembangunan di tingkat daerah hingga nasional.
“Desa merupakan bagian integral dalam satu wilayah pemerintahan kabupaten. Maka sudah semestinya rencana pembangunan desa, mulai dari RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) harus disinkronkan dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) pada tingkat kabupaten yang tentu harus selaras dengan RPJMD Provinsi dan RPJMN,” tegas Fitroh.
Alokasi Dana Desa 2025 Capai Rp71 Triliun
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan angka yang fantastis untuk alokasi dana desa tahun anggaran 2025, yaitu mencapai Rp71 triliun. Jumlah yang sangat besar ini tentu menjadi angin segar bagi pembangunan desa. Namun, di sisi lain, besarnya anggaran ini juga menuntut adanya pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyimpangan.
KPK, melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), telah menyusun 15 aksi prioritas sebagai langkah antisipatif. Salah satu fokus utama dari aksi prioritas ini adalah penguatan tata kelola pemerintahan desa. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap rupiah dana desa yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat desa dan pembangunan yang berkelanjutan.
Penggunaan Siswakeudes untuk Pengawasan Keuangan Desa
Sebagai langkah konkret untuk memperkuat pengawasan keuangan di tingkat desa, Stranas PK merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mewajibkan penggunaan Sistem Pengawasan Keuangan Desa (Siswakeudes). Sistem ini diharapkan dapat menjadi alat yang efektif untuk memantau dan mengawasi pengelolaan keuangan desa secara lebih transparan dan akuntabel. Rekomendasi ini berlaku untuk periode 2025-2026.
Sinergi Antar Kementerian dan Lembaga
Lebih lanjut, Fitroh menekankan pentingnya kerja sama lintas kementerian dan lembaga untuk mewujudkan tata kelola desa yang lebih baik. Kementerian/lembaga seperti Kemendes PDTT, Kemendagri, Kementerian Keuangan, Bappenas, hingga Kementerian PANRB diharapkan dapat bersinergi untuk meningkatkan kualitas belanja negara, tidak hanya di tingkat pusat dan daerah, tetapi juga hingga ke level pemerintahan desa.
“Oleh karena itu, kerja sama lintas kementerian/lembaga terutama Kemendes PDTT, Kemendagri, Kemenkeu dan Bappenas, termasuk Kemenpan RB, sangat diharapkan agar perbaikan kualitas belanja tidak hanya terjadi di tingkat pusat dan daerah, namun juga sampai ke level pemerintahan desa,” imbuh Fitroh.
Dengan tata kelola desa yang transparan dan akuntabel, diharapkan risiko penyalahgunaan dana desa dapat diminimalisir. Pada akhirnya, dana desa dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong pemerataan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan di seluruh pelosok negeri, sesuai dengan cita-cita pembangunan nasional.