BeritaHukrim

Polda Metro Jaya Bongkar Jaringan Pornografi Anak di Telegram

×

Polda Metro Jaya Bongkar Jaringan Pornografi Anak di Telegram

Sebarkan artikel ini
Polda Metro Jaya Bongkar Jaringan Pornografi Anak di Telegram

Jakarta – Subdirektorat (Subdit) III Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya berhasil membongkar jaringan penjualan dan penyebaran konten pornografi anak. Seorang pelaku berinisial CSH berhasil diamankan di Karawang, Jawa Barat pada Jumat, 31 Januari 2025 lalu.

Pengungkapan kasus ini disampaikan langsung oleh Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kompol Alvin Pratama, S.Kom., M.Si., dalam konferensi pers yang digelar di Polda Metro Jaya, Jumat (21/2/2025). Kompol Alvin mengungkapkan bahwa penangkapan CSH merupakan hasil dari serangkaian penyelidikan mendalam terkait peredaran konten pornografi anak di platform media sosial Telegram.

Ribuan Konten Pornografi Anak Ditemukan

“Dari hasil penggeledahan dan analisis digital forensik, penyidik menemukan sebanyak 13.336 konten atau informasi elektronik berupa gambar dan video yang berkaitan dengan eksploitasi anak di bawah umur,” ungkap Kompol Alvin. Jumlah yang fantastis ini menunjukkan skala kejahatan yang dilakukan oleh pelaku CSH.

Modus operandi pelaku terbilang sistematis dan terstruktur. CSH aktif menyebarluaskan konten haram tersebut dengan cara memperjualbelikannya melalui platform Telegram. “Pelaku menyediakan delapan grup channel Telegram khusus yang digunakan untuk mendistribusikan konten-konten pornografi anak,” jelas Kompol Alvin.

Akses Grup Pornografi Berbayar

Untuk dapat mengakses dan bergabung ke dalam channel Telegram yang berisi konten pornografi anak tersebut, calon anggota diwajibkan membayar biaya keanggotaan sebesar Rp150.000. Pembayaran dilakukan melalui transfer ke rekening bank milik pelaku.

“Motif utama pelaku CSH melakukan tindak pidana ini adalah untuk mendapatkan keuntungan finansial. Uang hasil penjualan konten pornografi digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari,” papar Kompol Alvin.

Keuntungan Pelaku Capai Ratusan Juta Rupiah

Berdasarkan hasil penyidikan, CSH telah menjalankan bisnis haram ini sejak Juli 2024 hingga Januari 2025. Selama delapan bulan beroperasi, pelaku berhasil menjaring kurang lebih 500 anggota atau peserta yang bersedia membayar untuk mendapatkan akses konten pornografi anak.

“Dari hasil penjualan konten pornografi selama delapan bulan tersebut, pelaku diperkirakan telah meraup keuntungan sebesar Rp 80 juta,” kata Kompol Alvin. Keuntungan yang cukup besar ini menggambarkan betapa menggiurkannya bisnis pornografi anak di dunia maya.

Pelaku Terancam Hukuman Berat

Atas perbuatannya, CSH kini harus berurusan dengan hukum. Tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu:

  • Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal ini mengatur tentang larangan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Ancaman hukuman untuk pasal ini adalah pidana penjara maksimal 6 tahun.
  • Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal ini mengatur tentang larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi. Ancaman hukuman untuk pasal ini jauh lebih berat, yaitu pidana penjara maksimal 12 tahun.

Imbauan Orang Tua untuk Awasi Anak di Ruang Siber

Menanggapi kasus ini, Kasubdit 2 Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Perlindungan Perempuan dan Anak Online (PPO) Bareskrim Polri, Kombes Pol Ganis Setiyadi, S.I.K., M.H., mengimbau kepada seluruh orang tua untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan terhadap aktivitas anak-anak di dunia maya.

“Kami mengimbau agar orang tua lebih proaktif melakukan pendekatan kepada anak-anak, khususnya dalam proses interaksi anak di ruang siber (cyber space),” ujar Kombes Ganis.

Kombes Ganis mengingatkan bahwa predator online seringkali memanfaatkan kelengahan anak-anak dengan berbagai cara, seperti menawarkan iming-iming bonus permainan (game) atau melakukan manipulasi perilaku. “Jangan biarkan anak terjebak oleh predator online yang menawarkan bujuk rayu melalui bonus permainan, manipulasi perilaku, dan lain sebagainya. Setelah itu, pelaku kejahatan meminta anak untuk melakukan adegan yang melanggar kesusilaan atau pornografi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Kombes Ganis juga mengimbau kepada masyarakat untuk segera melaporkan kepada pihak kepolisian apabila menemukan atau mencurigai adanya pelanggaran atau tindak pidana terkait Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya yang melibatkan anak-anak sebagai korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *